Jumat, 16 Desember 2016

analisis teks



BAB I
ANALISIS TEKS
1.1  Koreksi Kesalahan Ejaan
Bahasa merupakan sarana komunikasi antara sesama manusia dalam suatu masyarakat. Sebagai sarana komunikasi, bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai hal kepada orang lain (Rachmawati, 2007: 1).
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran, bagaimana menempatkan huruf  besar dan huruf  kecil, bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong suku kata (pemenggalan suku kata), serta bagaimana menggabungkan kata-kata (Farika, 2006: 3).
Secara garis besar, bahasa dapat dibagi menjadi bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan dianggap sebagai bahasa primer. Adapun bahasa tulis merupakan perwujudan bunyi-bunyi dalam bentuk-bentuk huruf dan tanda-tanda baca. Bahasa tulis baru dikenal pada masyarakat yang sudah relatif maju. Bahasa tulis merupakan bahasa sekunder (Rachmawati, 2007: 1).
Ketidakefektifan kalimat merupakan salah satu penyebab orang lain kesulitan memahami maksud yang disampaikan. Kesulitan menyampaikan gagasan lebih sering terjadi dalam bahasa tulis. Jika kita gagal memenuhi kaidah-kaidah yang ada, kalimat akan menjadi kurang efektif. Akibatnya, orang lain akan kesulitan menangkap maksud dalam kalimat (Rachmawati, 2007: 2).
Setiap bahasa memiliki kaidah sendiri yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa tersebut. Apabila kata-kata yang ditulis terangkai dalam kalimat, kalimat tersebut harus efektif. Kalimat-kalimat yang disusun dalam paragraf, harus membentuk paragraf yang padu. Beberapa paragraf akan membentuk wacana (Rachmawati, 2007: 2).
Tulisan yang memiliki beberapa kriteria di atas, sering kali tidak dapat terwujud dalam satu langkah saja. Perlu dilakukan pemeriksaan dan perbaikan naskah atau disebut penyuntingan. Aspek bahasa yang disunting meliputi huruf, penggunaan tanda baca, pilihan kata, kalimat, paragraf dan wacana (Rachmawati, 2007: 2).
1.      Huruf
Huruf sering disebut juga aksara. Huruf adalah tanda dalam tata tulis yang berfungsi untuk melambangkan bunyi bahasa. Dalam beberapa tulisan, kita sering kali menemukan kesalahan huruf. Misalnya, pada penulisan kata apotik. Kesalahan huruf pada kata tersebut menjadikan kata yang ditulis menjadi tidak baku. Huruf i seharusnya e, sehingga menjadi kata yang baku, yaitu apotek (Rachmawati, 2007: 4).
Kesalahan penulisan huruf juga dapat terjadi dalam proses pembentukan dan pengulangan kata. Misalnya, kata cat yang mendapatkan awalan me-, bukan menjadi mencat, melainkan mengecat. Kata saran yang mendapat awalamn me- dan akhiran –kan bukan menjadi mensarankan, melainkan menyarankan. Adapun kesalahan dalam penggabungan kata, misalnya, kata latar dan belakang yang mendapatkan imbuhan. Imbuhan tersebut misalnya, berupa awalan me- dan akhiran –i yang melekat secara serentak. Kata latar dan belakang akan menjadi satu kata, yaitu melatarbelakangi bukan melatar belakangi (Rachmawati, 2007: 4,5).
2.      Tanda Baca
Menurut Rachmawati (2007: 6-16) mengatakan bahwa dalam bahasa tulis, tanda baca harus digunakan dengan tepat. Tanpa menggunakan tanda baca, rangkaian kata yang ditulis akan sulit dipahami. Begitu pula ketidaktepatan penggunaan tanda baca akan membingungkan pembaca. Oleh karena itu, perlu menyunting atau mengoreksi penggunaan huruf dan tanda baca.
Huruf dan tanda baca yang sering dipakai, antara lain sebagai berikut:
a.         Huruf miring
Contoh:
K1: Salah satu bentuk kelainan tidur adalah Samniloquisme atau mengigau.                             
K2: Salah satu bentuk kelainan tidur adalah samniloquisme atau mengigau.
Samniloquisme merupakan sebutan lain dari mengigau. Kata tersebut bukan merupakan nama diri atau nama sesuatu hal yang penulisannya harus diawali dengan huruf kapital, tetapi merupakan bahasa asing dalam kalimat tersebut. Oleh karena itu, penulisannya harus menggunakan huruf miring. Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
b.        Tanda titik dua (:)
Contoh 1:
K1: Tabel 2. Buku yang tersedia di perpustakaan.
K2: Tabel 2: Buku yang Tersedia di Perpustakaan
Sebuah karangan dapat berisi tabel. Nama tabel ditulis dengan menggunakan huruf kapital pada awal setiap kata kecuali kata sambung, kata tugas, dan kata depan yang tidak terletak pada awal kalimat. Jika dalam suatu karangan terdapat beberapa tabel, kata tabel diikuti angka yang menunjukkan urutan tabel dalam karangan. Angka tersebut diikuti tanda titik dua(:), bukan tanda titik (.). Selain itu, judul tabel tidak perlu diakhiri dengan tanda titik (.).
Selain tabel, karangan juga sering menggunakan gambar, grafik, dan diagram. Gambar, grafik, dan diagram yang digunakan dalam karangan juga perlu diberi judul. Aturan penulisan judulnya sama dengan aturan penulisan judul tabel. Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
Contoh 2:
K1: Gambar- 1 Histogram dan kurva kemandirian belajar siswa
K2: Gambar 1: Histogram dan Kurva Kemandirian Belajar Siswa
Aturan penulisan judul gambar di atas, sama dengan aturan penulisan judul tabel. Setelah gambar 1 harus diikuti tanda titik dua (:). Di antara gambar dan 1 tidak perlu diberi tanda hubung (-). Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
Contoh 3:
K1: Kanker adalah: pertumbuhan sel yang liar dan tidak terkendali.
K2: Kanker adalah pertumbuhan sel yang liar dan tidak terkendali.
Penggunaan tanda titik dua (:) yang mengikuti kata adalah pada kalimat 1 tidak tepat. Titik dua tersebut harus dihilangkan. Selain adalah, masih ada beberapa kata yang tidak perlu diikuti titik dua. Misalnya ialah, yaitu, dan yakni. Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
c.         Tanda koma (,)
Contoh 1:
K1: Dia mengatakan, bahwa keterampilan menulis bermanfaat bagi siswa.
K2: Dia mengatakan bahwa keterampilan menulis bermanfaat bagi siswa.
Tanda koma yang digunakan sebelum kata bahwa tidak tepat. Jadi, tanda koma tersebut harus dihilangkan. Selain kata bahwa, ada beberapa kata lain yang tidak perlu didahului tanda koma. Misalnya, karena, maka, dan sehingga. Hal ini karena tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat jika anak kalimat mengiringi induk kalimat. Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
Contoh 2:
K1: Sir Isaac Newton seorang bapak ilmu fisika modern ia terus-menerus menerima    penghargaan dan penghormatan untuk prestasi- prestasi ilmiahnya.
K2: Sir Isaac Newton, seorang bapak ilmu fisika modern, terus-menerus menerima penghargaan dan penghormatan untuk prestasi-prestasi ilmiahnya.
Kelompok kata seorang bapak ilmu fisika modern merupakan keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Jadi, keterangan tambahan tersebut harus diapit dengan tanda koma. Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
d.        Huruf kapital
Contoh:
K1: Kami sudah membaca BAB lima yang membahas tentang manfaat   membiasakan diri untuk mencatat hal-hal penting.
K2: Kami sudah membaca Bab Lima yang berisi tentang manfaat membiasakan diri untuk mencatat hal-hal penting.
Penulisan BAB lima pada kalimat 1 tidak tepat. Kata bab tidak perlu ditulis huruf kapital semua. Yang ditulis dengan huruf kapital cukup huruf awal. Kata lima pada kalimat tersebut juga perlu diawali dengan huruf kapital. Jadi, setiap unsur pada penulisan Bab Lima dalam kalimat di atas harus diawali dengan huruf kapital. Hal itu karena Bab Lima merupakan nama tajuk judul bab.
Selain itu, setelah kata membahas tidak boleh diikuti tentang. Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
e.         Tanda titik(.)
Contoh 1:
K1: Setiap bulan ibu memberikan uang Rp. 100,000 kepada Ami.
K2: Setiap bulan ibu memberikan uang Rp100.000,00 kepada Ami.
K3: Ibu memberi uang Rp100.000/ bulan kepada Ami.
Di belakang Rp tidak perlu diberi tanda titik. Angka pertama yang mengikuti Rp ditulis merapat tanpa spasi. Untuk memisahkan bilangan ribuan dan kelipatannya bukan menggunakan tanda koma (,) melainkan tanda titik (.). Setelah penulisan nilai satuan rupiah, digunakan tanda koma (,) dan diikuti nol nol (00) yang ditulis merapat. Nol nol (00) sebagai pengganti angka persepuluhan. Tanda garis miring (/) yang terdapat pada kalimat 3 berarti tiap atau per. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2 dan 3.
Contoh 2:
K1: Hampir setiap hari aku melihat beberapa anak berseragam S.M.P melintas di depan rumahku.
K2: Hampir setiap hari aku melihat beberapa anak berseragam SMP melintas di depan rumahku.
Tanda titik tidak perlu digunakan pada singkatan. Jadi, SMP tidak perlu ditulis S.M.P.
Contoh yang benar adalah kalimat 2.
f.         Tanda persen (%)
Contoh:
K1: Ratri sudah menyelesaikan 50 % tugasnya dalam waktu satu minggu.
K2: Ratri sudah menyelesaikan 50% tugasnya dalam waktu satu minggu.
K3: Ratri sudah menyelesaikan tugasnya 50 persen dalam satu minggu.
Penulisan tanda persen (%) harus rapat dengan angka yang mendahuluinya. Tanda persen dapat ditulis dengan % atau persen. Yang penting konsisten dengan tanda % atau kata persen yang digunakan. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2 dan kalimat 3.
g.        Tanda petik (“. . .”)
Contoh 1:
K1: Isilah waktu luangmu dengan melakukan hal- hal yang “bermanfaat”.
K2: Isilah waktu luangmu dengan melakukan hal- hal yang bermanfaat.
Penggunaan tanda petik pada kalimat 1 tidak tepat. Berdasarkan pedoman dalam EYD, tanda kutip digunakan untuk mengapit kata atau ungkapan yang mempunyai arti khusus dan istilah ilmiah yang kurang dikenal. Tanda kutip juga digunakan untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Selain itu, tanda kutip juga digunakan untuk mengapit judul syair, cerpen, karangan, dan bab buku yang dikutip dalam karangan.
Kata bermanfaat merupakan salah satu kata yang sudah sering didengar. Kata bermanfaat dalam kalimat tersebut bermakna leksikal. Oleh karena itu, kata tersebut tidak perlu menggunakan tanda kutip. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2.
Contoh 2:
K1: Hamdani melihat kedatanganku dan berkata: “kamu terlambat. Mereka sudah berangkat satu jam yang lalu.”
K2 :Hamdani melihat kedatanganku dan berkata, “Kamu terlambat. Mereka sudah berangkat satu jam yang lalu.”
Tanda baca titik dua (:) tidak perlu digunakan di antara bagian kalimat dengan tanda petik yang menunjukkan kalimat langsung. Yang digunakan adalah tanda koma seperti pada kalimat 2. Aturan yang digunakan adalah aturan penulisan kalimat langsung. Kalimat langsung diapit tanda kutip (“. . .”). Kata pertama dalam tanda petik tersebut diawali dengan huruf kapital. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2.
h.        Tanda tanya (?)
Contoh:
K1: Aku tidak tahu mengapa mereka bersikap kasar kepadaku ?
K2: Aku tidak tahu mengapa mereka bersikap kasar kepadaku.
Kalimat 1 di atas menggunakan kata tanya, tetapi bukan merupakan kata tanya. Kalimat tersebut merupakan kalimat berita. Oleh karena itu, tidak perlu diakhiri dengan tanda tanya. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2.

1.2  Koreksi Kesalahan Kalimat
Kalimat merupakan kesatuan ujar atau tulisan yang mengungkapkan suatu konsep atau pikiran yang utuh. Jadi, kalimat dapat berwujud lisan dan tulisan (Rachmawati, 2007: 31). Menurut Rachmawati (2007: 32) mengatakan bahwa kalimat yang baik harus efektif. Kalimat efektif memiliki kesatuan gagasan dan koherensi yang baik. Yang tidak kalah penting, kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah- kaidah yang berlaku. Misalnya, adanya subjek dan predikat, ejaan yang benar, serta pilihan kata yang tepat. Adanya kesalahan huruf, tanda baca, dan kata dalam suatu kalimat akan merusak keefektifan kalimat tersebut.
Menurut Rachmawati (2007: 34-47) mengatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun kalimat yang baik adalah unsur-unsur yang membangun kalimat. Unsur tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu unsur wajib dan unsur tak wajib. Unsur wajib merupakan unsur yang harus ada dalam kalimat. Unsur wajib suatu kalimat terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). Adapun unsur tak wajib adalah unsur yang tidak harus selalu ada dalam kalimat. Misalnya, objek dan keterangan.
Contoh 1:
K1: Rimba belantara yaitu semua lahan yang belum pernah dijamah oleh manusia.
K2: Rimba belantara adalah semua lahan yang belum pernah dijamah oleh manusia.
Kata yaitu dan adalah memiliki perbedaan. Kata yaitu berfungsi untuk menunjukkan hubungan antara unsur sebelum dan sesudah kata itu. Unsur yang dihubungkan dengan kata yaitu dalam kalimat tersebut adalah rimba belantara dan semua lahan yang belum pernah dijamah oleh manusia. Kedua unsur tersebut tidak ada yang berkedudukan sebagai predikat. Unsur bahasa yang kedua di atas dapat diubah menjadi predikat jika kata yaitu diganti dengan ialah atau adalah.
Kata yaitu merupakan kata hubung yang berfungsi untuk memerinci keterangan kalimat. Misalnya, “Ia kehilangan dua benda kesayangannya, yaitu cincin dan bando.”
Contoh 2:
K1: Udaranya berbau segar dan bersih dan jika melihat ke atas, maka yang tampak adalah langit yang cerah yang sesekali diselingi sekelompok burung yang melintas.
K2: Udaranya segar dan bersih. Jika melihat ke atas, tampak langit cerah dan sesekali tampak sekelompok burung yang melintas.
Sebelum kata segar tidak perlu menggunakan kata berbau. Kata segar dan bersih dalam kalimat tersebut tidak hanya menunjukkan bau udara. Namun, menunjukkan keadaan udara. Penggunaan kata baunya justru menimbulkan pemborosan kata dan membingungkan. Selain itu, kalimat tersebut terlalu panjang dan akan menjadi lebih mudah dipahami jika dipisah.
Contoh 3:
K1: Joni berlari lebih cepat dari teman-temannya.
K2: Joni berlari lebih cepat daripada teman-temannya.
Kalimat di atas berisi perbandingan. Kata depan daripada digunakan untuk menyatakan perbandingan. Hal yang dibandingkan dengan kata daripada adalah unsur sebelum dan sesudah kata daripada. Hal yang dibandingkan dalam kalimat di atas adalah kecepatan lari Joni dengan kecepatan lari teman-teman Joni. Oleh karena itu, kata depan yang tepat untuk kalimat di atas adalah daripada.
Contoh 4:
K1:Hujan turun dengan derasnya disertai kilat dan guntur yang menyambar-nyambar. Padahal 2 jam yang lalu langit masih cerah dan tidak mendung sama sekali.
K2: Hujan turun dengan deras diserati kilat, padahal dua jam yang lalu langit masih cerah.
Kata hubung agar, karena, padahal, atau sehingga, merupakan kata hubung intra kalimat. Kata hubung intra kalimat adalah kata hubung yang digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur dalam suatu kalimat. Jadi, tidak menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain.
Kata hubung agar, karena, padahal, dan sehingga digunakan pada kalimat majemuk. Bagian kalimat yang diawali dengan kata hubung tersebut merupakan anak kalimat. Anak kalimat merupakan bagian yang lebih kecil dan lemah jika dibandingkan dengan induk kalimat. Anak kalimat juga bagian kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri. Jika ada kalimat yang berawalan agar, karena, atau padahal, atau sehingga, berarti kalimat tersebut tidak efektif. Contoh 4 pada kalimat 1 tidak efektif karena kata hubung padahal berada di awal kalimat yang kedua. Oleh karena itu, kalimat harus diubah sehingga kata hubung padahal tidak terletak pada awal kalimat. Selain itu, pada kalimat 1 banyak menggunakan kata yang tidak perlu. Hal itu mengakibatkan kemubaziran kata dan pada kalimat 2 kata-kata tersebut sudah dihilangkan.
Contoh 5:
K1: Pemakaian pupuk kimia secara berlebih-lebihan tidak hanya membahayakan tumbuhan dan hewan saja, tetapi juga manusia.
K2: Pemakaian pupuk kimia secara berlebih-lebihan tidak hanya membahayakan tumbuhan dan hewan, tetapi juga manusia.
K3: Pemakaian pupuk kimia secara berlebih-lebihan tidak membahayakan tumbuhan dan hewan saja, tetapi juga manusia.
Kalimat di atas menggunakan konjungsi korelasi. Konjungsi korelasi adalah kata hubung yang digunakan untuk menghubungkan dua kata, frasa, klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi korelasi terdiri atas dua bagian. Jadi konjungsi korelasi tersebut berpasang-pasangan.
Kalimat 1 menggunakan konjungsi korelasi tidak hanya . . . saja, tetapi. Penggunaan hanya . . . saja merupakan penggunaan kata-kata yang berlebihan. Untuk menjaga keefektifan kalimat, hal itu perlu dihindari. Jika sudah menggunakan . . . hanya . . ., tidak perlu ditambahi saja. Sebaliknya, jika tidak menggunakan kata hanya, gunakanlah kata saja. Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2 dan 3.
Contoh 6:
K1: Ditanya apa saja persiapan yang ia lakukan, Tanti menjelaskan dengan ramah.
K2: Ketika ditanya apa saja persiapan yang ia lakukan, Tanti menjelaskan dengan ramah.
Kalimat di atas terdiri dari dua klausa. Namun, tidak jelas klausa mana yang menduduki induk kalimat dan klausa mana yang menduduki anak kalimat. Oleh karena terdiri atas dua klausa, kalimat di atas sebenarnya merupakan kalimat majemuk. Jika dikatakan sebagai kalimat majemuk setara, tidaklah tepat karena jika dilihat dari isi kedua klausa tidak cocok untuk digabungkan dengan konjungsi intrakalimat yang menunjukkan kesetaraan, misalnya, dan. Jika dikatakan sebagai kalimat majemuk bertingkat, berarti harus ada anak kalimat. Namun, kedua klausa tersebut tidak ada yang didahului oleh konjungsi intrakalimat. Oleh karena itu, kita akan kesulitan untuk menentukan anak kalimat dalam kalimat majemuk tersebut.
Berdasarkan keterangan di atas, perlu ditambahkan konjungsi pada klausa yang seharusnya dijadikan anak kalimat. Pada kalimat 1, yang merupakan anak kalimat adalah klausa pertama karena klausa pertama tidak dapat berdiri sendiri. Klausa pertama kalimat tersebut adalah ditanya apa saja persiapan yang ia lakukan. Klausa tersebut dapat diberi konjungsi ketika.
Penambahan konjungsi tersebut akan memperjelas posisi anak kalimat dan induk kalimat. Konjungsi ketika pada klausa ditanya apa saja persiapan yang ia lakukan menunjukkan bahwa klausa tersebut merupakan anak kalimat pengganti keterangan waktu. Jadi, klausa pertama sebagai anak kalimat, dan klausa kedua sebagai induk kalimat.
Contoh 7:
K1: Mahalnya biaya pendidikan kini sedang menjadi bahan pembicaraan masyarakat.
K2: Mahalnya biaya pendidikan sedang menjadi bahan pembicaraan masyarakat.
Penggunaan kini dan sedang dalam sebuah kalimat seperti kalimat 1 tidak tepat. Hal itu menimbulkan kemubaziran kata. Koreksi dapat dilakukan dengan menghilangkan salah satu penunjuk waktu. Jika sudah menggunakan penunjuk waktu kini, tidak perlu menggunakan sedang. Sebaliknya, jika sudah menggunakan kata sedang, kini tidak perlu digunakan.
Contoh 8:
K1: Pertemuan enam bulan sekali itu bertujuan untuk mempererat hubungan persaudaraan keluarga besar kami.
K2: Pertemuan enam bulan sekali itu bertujuan mempererat hubungan persaudaraan keluarga besar kami.
Kalimat 1 menggunakan gabungan kata bertujuan untuk. Penggunaan gabungan kata tersebut menimbulkan kemubaziran kata. Hal ini karena dalam kata bertujuan sesungguhnya sudah terkandung makna untuk. Jadi, tidak perlu diberi tambahan kata untuk. Selain kata bertujuan, kata yang tidak perlu diikuti kata untuk, misalnya, bermaksud, dimaksudkan, dan ditujukan.
1.3  Koreksi Kesalahan Alinea
Menurut Rachmawati (2007: 48) mengatakan bahwa alinea merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Alinea harus mengandung gagasan tunggal. Gagasan tunggal dapat terletak pada sebuah kalimat atau menyebar pada seluruh kalimat dalam alinea. Kalimat yang memuat gagasan pokok suatu alinea disebut kalimat pokok. Kalimat-kalimat yang bukan kalimat pokok berfungsi sebagai penjelas. Kalimat pokok dapat diletakkan pada awal, tengah, akhir, atau awal dan akhir alinea.
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar sebuah paragraf dikatakan baik. Menurut Rachmawati (2007: 49,50) mengatakan bahwa alinea yang baik dan efektif harus memenuhi tiga syarat.
1.      Kesatuan
Yang dimaksud kesatuan dalam alinea adalah semua kalimat yang membina alinea itu secara bersama-sama menyatakan suatu hal, suatu tema tertentu.
2.      Koherensi
Yang dimaksud koherensi adalah kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat yang membentuk alinea itu.
3.      Pengembangan alinea
Pengembangan alinea adalah penyusunan atau perincian gagasan-gagasan yang membina alinea itu.
Menurut Rachmawati (2007: 53-55) mengatakan bahwa alinea dan wacana yang telah selesai ditulis perlu disunting. Penyuntingan alinea dilakukan dengan memerhatikan kesatuan paragraf, koherensi, dan pengembangan paragraf tersebut. Perhatikan contoh penyuntingan paragraf berikut!
Sebelum disunting:
Ini adalah langkah-langkah menggoreng tempe. Sebelum menggoreng tempe kita perlu membuka bungkus tempe. Selanjutnya, kita perlu menyiapkan bawang putih. Kemudian siapkan pula garam. Bawang putih dan garam disesuaikan dengan banyaknya tempe. Setelah itu, haluskan bawang putih dengan garam. Selanjutnya, beri sedikit air pada bumbu yang sudah dihaluskan tadi. Tempe yang sudah dibuka bungkusnya tadi, potong-potonglah! Sesudah itu, oleskan potongan tempe pada bumbu. Selanjutnya, gorenglah tempe.
Hasil suntingan:
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menggoreng tempe. Untuk mengetahuinya, ikutilah penjelasan berikut! Siapkan bumbunya, yaitu bawang putih dan garam secukupnya. Haluskan bumbu tersebut. Tambahkan sedikit air. Bukalah bungkus tempe dan potonglah tempe menjadi beberapa bagian. Oleskan potongan tempe pada bumbu tersebut. Tempe siap digoreng.
Kedua paragraf tersebut berisi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggoreng tempe. Paragraf yang belum disunting banyak menggunakan kata transisi. Namun, penggunaan kata transisi yang tidak tepat justru terasa membosankan. Kalimat juga menjadi tidak menarik untuk dibaca.
Paragraf yang telah disunting hampir tidak menggunakan kata transisi. Namun, paragraf tetap padu. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan pilihan kata yang tepat dan penataan kalimat. Penataan kalimat yang bagus pada paragraf tersebut juga menjadikan paragraf ini menarik.
Sebelum disunting:
Ria, Budi, Udin, Wahyu, dan Tata adalah sahabat akrab. Di sekolah Ria, Budi, Wahyu, dan Tata selalu bersama. Tempat duduk mereka inipun berdekatan. Kadang-kadang mereka ini juga mengadakan acara bersama. Lari pagi, ke pantai dan mendaki gunung adalah contoh kegiatan yang sering mereka lakukan bersama. Banyak orang mencoba menjalin persahabatan. Mereka berusaha memahami karakter sahabatnya. Dengan saling paham-memahami karakter sahabat, persahabatan tidak akan pernah rusak. Tetapi, persamaan karakter juga tidak selalu melatar-belakangi langgengnya sebuah persahabatan.
Hasil suntingan:
Ria, Budi, Udin, Wahyu, dan Tata adalah sahabat akrab. Di sekolah mereka selalu bersama. Tempat duduk mereka pun berdekatan. Mereka sering jajan bersama. Mereka juga memiliki kelompok belajar. Kadang-kadang mereka juga mengadakan acara bersama. Lari pagi, ke pantai, dan mendaki gunung adalah contoh kegiatan yang sering mereka lakukan.
Banyak orang mencoba menjalin persahabatan. Mereka berusaha memahami karakter sahabatnya. Dengan saling memahami karakter sahabat, persahabatan tidak akan pernah rusak. Namun, persamaan karakter juga tidak selalu menjadi sebab langgengnya sebuah persahabatan.
Untuk membangun kepaduan paragraf salah satu caranya adalah dengan menggunakan kata ganti. Kata ganti dalam paragraf di atas adalah mereka. Kata ganti tersebut sudah tepat. Namun, setelah kata mereka seharusnya tidak perlu menggunakan ini.Penggunaan ini tersebut merupakan kemubaziran kata. Kata ini yang mengiringi kata mereka tampaknya terpengaruh oleh bahasa Jawa.
Paragraf  yang memiliki kesatuan, salah satu cirinya adalah hanya mengandung satu gagasan pokok. Gagasan pokok paragraf satu dan paragraf dua hasil suntingan di atas sebenarnya memiliki sedikit kecocokkan. Kedua paragraf tersebut berisi tentang persahabatan. Namun, persahabatan yang dikisahkan dalam kedua paragraf tersebut berbeda. Oleh karena itu, jika kedua paragraf tersebut digabungkan, akan menghasilkan paragraf yang tidak memiliki kesatuan.
Penulisan kata melatarbelakangi pada paragraf yang belum disunting juga tidak tepat. Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran secara bersamaan penulisannya harus disambung. Pilihan kata melatarbelakangi juga kurang tepat. Oleh karena itu, perlu disunting dengan mengganti kata tersebut dengan kata yang lebih tepat.
1.4  Membuat Ringkasan Teks
            Menurut (http://pelitaku.sabda.org/cara_membuat_ringkasan) bagi orang yang sudah terbiasa membuat ringkasan, mungkin kaidah yang berlaku dalam menyusun ringkasan telah tertanam dalam benaknya. Meski demikian, tentulah perlu diberikan beberapa patokan sebagai pegangan dalam membuat ringkasan terutama bagi mereka yang baru mulai atau belum pernah membuat ringkasan. Berikut ini beberapa pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan teratur.
1.        Membaca Naskah Asli
            Bacalah naskah asli sekali atau dua kali, kalau perlu berulang kali agar Anda mengetahui kesan umum tentang karangan tersebut secara menyeluruh. Penulis ringkasan juga perlu mengetahui maksud dan suduSSXt pandangan penulis naskah asli. Untuk mencapainya, judul dan daftar isi tulisan (kalau ada) dapat dijadikan pegangan karena perincian daftar isi mempunyai pertalian dengan judul dan alinea-alinea dalam tulisan menunjang pokok-pokok yang tercantum dalam daftar isi.
2.        Mencatat Gagasan Utama
            Jika sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut pandangan pengarang asli, silakan memperdalam dan mengkonkritkan semua hal itu. Bacalah kembali karangan itu bagian demi bagian, alinea demi alinea sambil mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian atau alinea itu. Pokok-pokok yang telah dicatat dipakai untuk menyusun sebuah ringkasan. Langkah kedua ini juga menggunakan judul dan daftar isi sebagai pegangan. Yang menjadi sasaran pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alinea, kalau perlu gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensial untuk memperjelas gagasan utama tadi juga dicatat.
3.        Mengadakan Reproduksi
            Pakailah kesan umum dan hasil pencatatan untuk membuat ringkasan. Urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-kalimat dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya. Bila gagasan yang telah dicatat ada yang masih kabur, silakan melihat kembali teks aslinya, tapi jangan melihat teks asli lagi untuk hal lainnya agar tidak tergoda untuk menggunakan kalimat dari penulis asli. Karena kalimat penulis asli hanya boleh digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan kaidah, kesimpulan, atau perumusan yang padat.
4.        Ketentuan Tambahan
            Setelah melakukan langkah ketiga, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik.
a.         Susunlah ringkasan dalam kalimat tunggal daripada kalimat majemuk.
b.        Ringkaskanlah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Jika rangkaian gagasan panjang, gantilah dengan suatu gagasan sentral saja.
c.         Besarnya ringkasan tergantung jumlah alinea dan topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Ilustrasi, contoh, deskripsi, dsb. dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap penting.
d.        Jika memungkinkan, buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada, meski terkadang sebuah kata sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam rangkaian keterangan atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah.
e.         Harus mempertahankan susunan gagasan dan urutan naskah. Tapi, yang sudah dicatat dari karangan asli itulah yang harus dirumuskan kembali dalam kalimat ringkasan. Jagalah juga agar tidak ada hal yang baru atau pikiran diri sendiri yang dimasukkan dalam ringkasan.
f.         Agar dapat membedakan ringkasan sebuah tulisan biasa (bahasa tak langsung) dan sebuah pidato/ceramah (bahasa langsung) yang menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal atau jamak, ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan sudut pandangan orang ketiga.
g.        Dalam sebuah ringkasan ditentukan pula panjangnya. Karena itu, kita harus melakukan seperti apa yang diminta. Bila diminta membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan asli, maka haruslah membuat demikian. Untuk memastikan apakah ringkasan yang dibuat sudah seperti yang diminta, silakan hitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu dan bagilah dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang karangan yang harus ditulis. Perhitungan ini tidak dimaksudkan agar kita menghitung secara tepat jumlah riil kata yang ada. Tapi, perkiraan yang dianggap mendekati kenyataan. Jika kita harus meringkaskan suatu buku yang tebalnya 250 halaman menjadi sepersepuluhnya, perhitungan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1.        Panjang karangan asli (berupa kata) adalah: Jumlah halaman x Jumlah baris per halaman x Jumlah kata per baris = 250 x 35 X 9 kata = 78.750 kata.
2.        Panjang ringkasan berupa jumlah kata adalah: 78.750 : 10 = 7.875 kata. Panjang ringkasan berupa jumlah halaman ketikan adalah: jika kertas yang dipergunakan berukuran kuarto, jarak antar baris dua spasi, tiap baris rata-rata sembilan kata, pada halaman kertas kuarto dapat diketik 25 baris dengan jarak dua spasi, maka: Jumlah kata per halaman adalah: 25x 9 kata = 225. Jumlah halaman yang diperlukan adalah: 7.875:225 = 35 halaman.
Contoh ringkasan teks.
Sarana angkutan dari jauh-jauh hari sudah dipersiapkan. Angkutan bus betul-betul menjadi tulang punggung di saat-saat seperti ini karena lebih dari separuh calon pemudik diperkirakan akan terangkut oleh bus.Sementara hanya 1/3 dari seluruh pemudik dari Jakarta dan sekitarnya diperkirakan menggunakan jasa KA.

Teks di atas dapat dirigkas menjadi.
Sarana angkutan dari jauh-jauh hari sudah dipersiapkan. Angkutan bus betul-betul menjadi tulang punggung di saat-saat seperti ini karena lebih dari separuh calon pemudik diperkirakan akan terangkut oleh bus. Sementara hanya 1/3 dari seluruh pemudik dari Jakarta.


BAB II
KESIMPULAN
Sebagai sarana komunikasi, bahasa tulis harus dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca. Oleh karena itu,bahasa tulis harus disusun sesuai dengan aturan yang berlaku agar dapat memenuhi fungsinya. Hal itu dapat dilakukan dengan menganalisis teks tersebut.
Menganalisis teks memerlukan penguasaan penggunaan huruf,tanda baca,dan kata. Selain itu, juga memerlukan penguasaan tentang kalimat,dan kepaduan paragraf. Tanpa penguasaan berbagai hal tersebut,tentu kita akan kesulitan menentukan benar tidaknya sebuah teks.


Daftar Pustaka
Rachmawati,Fajar. 2007.  Sudah Benarkah Tulisanku? (Penyuntingan). Yogyakarta:PT Citra Aji Parama.
Farika. 2006. Cara Asyik Belajar Ejaan. Bandung: CV Nuansa Citra Grafika.
http://pelitaku.sabda.org/cara_membuat_ringkasan (diakses pada tanggal 27 September 2015 pukul 11.30 WIB).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar