BAB I
ANALISIS TEKS
1.1
Koreksi Kesalahan Ejaan
Bahasa
merupakan sarana komunikasi antara sesama manusia dalam suatu masyarakat.
Sebagai sarana komunikasi, bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai
hal kepada orang lain (Rachmawati, 2007: 1).
Ejaan
adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran,
bagaimana menempatkan huruf besar dan
huruf kecil, bagaimana menempatkan tanda-tanda
baca, bagaimana memotong suku kata (pemenggalan suku kata), serta bagaimana
menggabungkan kata-kata (Farika, 2006: 3).
Secara
garis besar, bahasa dapat dibagi menjadi bahasa lisan dan bahasa tulisan.
Bahasa lisan dianggap sebagai bahasa primer. Adapun bahasa tulis merupakan perwujudan
bunyi-bunyi dalam bentuk-bentuk huruf dan tanda-tanda baca. Bahasa tulis baru
dikenal pada masyarakat yang sudah relatif maju. Bahasa tulis merupakan bahasa
sekunder (Rachmawati, 2007: 1).
Ketidakefektifan
kalimat merupakan salah satu penyebab orang lain kesulitan memahami maksud yang
disampaikan. Kesulitan menyampaikan gagasan lebih sering terjadi dalam bahasa
tulis. Jika kita gagal memenuhi kaidah-kaidah yang ada, kalimat akan menjadi
kurang efektif. Akibatnya, orang lain akan kesulitan menangkap maksud dalam
kalimat (Rachmawati, 2007: 2).
Setiap
bahasa memiliki kaidah sendiri yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa
tersebut. Apabila kata-kata yang ditulis terangkai dalam kalimat, kalimat tersebut
harus efektif. Kalimat-kalimat yang disusun dalam paragraf, harus membentuk
paragraf yang padu. Beberapa paragraf akan membentuk wacana (Rachmawati, 2007: 2).
Tulisan
yang memiliki beberapa kriteria di atas, sering kali tidak dapat terwujud dalam
satu langkah saja. Perlu dilakukan pemeriksaan dan perbaikan naskah atau
disebut penyuntingan. Aspek bahasa yang disunting meliputi huruf, penggunaan
tanda baca, pilihan kata, kalimat, paragraf dan wacana (Rachmawati, 2007: 2).
1. Huruf
Huruf
sering disebut juga aksara. Huruf adalah tanda dalam tata tulis yang berfungsi
untuk melambangkan bunyi bahasa. Dalam beberapa tulisan, kita sering kali
menemukan kesalahan huruf. Misalnya, pada penulisan kata apotik. Kesalahan huruf pada kata tersebut menjadikan kata yang
ditulis menjadi tidak baku. Huruf i
seharusnya e, sehingga menjadi kata
yang baku, yaitu apotek (Rachmawati,
2007: 4).
Kesalahan
penulisan huruf juga dapat terjadi dalam proses pembentukan dan pengulangan
kata. Misalnya, kata cat yang
mendapatkan awalan me-, bukan menjadi
mencat, melainkan mengecat. Kata saran yang mendapat
awalamn me- dan akhiran –kan bukan menjadi mensarankan, melainkan menyarankan.
Adapun kesalahan dalam penggabungan kata, misalnya, kata latar dan belakang
yang mendapatkan imbuhan. Imbuhan tersebut misalnya, berupa awalan me- dan akhiran
–i yang melekat secara serentak. Kata latar dan belakang akan menjadi satu
kata, yaitu melatarbelakangi bukan melatar belakangi (Rachmawati, 2007: 4,5).
2. Tanda Baca
Menurut
Rachmawati (2007: 6-16) mengatakan bahwa dalam bahasa tulis, tanda baca harus digunakan
dengan tepat. Tanpa menggunakan tanda baca, rangkaian kata yang ditulis akan
sulit dipahami. Begitu pula ketidaktepatan penggunaan tanda baca akan membingungkan
pembaca. Oleh karena itu, perlu menyunting atau mengoreksi penggunaan huruf dan
tanda baca.
Huruf
dan tanda baca yang sering dipakai, antara lain sebagai berikut:
a.
Huruf
miring
Contoh:
K1: Salah satu bentuk
kelainan tidur adalah Samniloquisme atau mengigau.
K2: Salah satu bentuk
kelainan tidur adalah samniloquisme
atau mengigau.
Samniloquisme
merupakan sebutan lain dari mengigau. Kata tersebut bukan merupakan nama diri
atau nama sesuatu hal yang penulisannya harus diawali dengan huruf kapital,
tetapi merupakan bahasa asing dalam kalimat tersebut. Oleh karena itu,
penulisannya harus menggunakan huruf miring. Jadi, contoh yang benar adalah
kalimat 2.
b.
Tanda
titik dua (:)
Contoh 1:
K1: Tabel 2. Buku yang
tersedia di perpustakaan.
K2: Tabel 2: Buku yang
Tersedia di Perpustakaan
Sebuah karangan dapat
berisi tabel. Nama tabel ditulis dengan menggunakan huruf kapital pada awal
setiap kata kecuali kata sambung, kata tugas, dan kata depan yang tidak
terletak pada awal kalimat. Jika dalam suatu karangan terdapat beberapa tabel,
kata tabel diikuti angka yang
menunjukkan urutan tabel dalam karangan. Angka tersebut diikuti tanda titik
dua(:), bukan tanda titik (.). Selain itu, judul tabel tidak perlu diakhiri
dengan tanda titik (.).
Selain tabel, karangan
juga sering menggunakan gambar, grafik, dan diagram. Gambar, grafik, dan
diagram yang digunakan dalam karangan juga perlu diberi judul. Aturan penulisan
judulnya sama dengan aturan penulisan judul tabel. Jadi, contoh yang benar
adalah kalimat 2.
Contoh 2:
K1: Gambar- 1 Histogram
dan kurva kemandirian belajar siswa
K2: Gambar 1: Histogram
dan Kurva Kemandirian Belajar Siswa
Aturan penulisan judul
gambar di atas, sama dengan aturan penulisan judul tabel. Setelah gambar 1
harus diikuti tanda titik dua (:). Di antara gambar dan 1 tidak perlu diberi
tanda hubung (-). Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
Contoh 3:
K1: Kanker adalah:
pertumbuhan sel yang liar dan tidak terkendali.
K2: Kanker adalah
pertumbuhan sel yang liar dan tidak terkendali.
Penggunaan tanda titik
dua (:) yang mengikuti kata adalah pada kalimat 1 tidak tepat. Titik dua
tersebut harus dihilangkan. Selain adalah,
masih ada beberapa kata yang tidak perlu diikuti titik dua. Misalnya ialah, yaitu, dan yakni. Jadi, contoh yang benar adalah kalimat 2.
c.
Tanda
koma (,)
Contoh 1:
K1: Dia mengatakan,
bahwa keterampilan menulis bermanfaat bagi siswa.
K2: Dia mengatakan
bahwa keterampilan menulis bermanfaat bagi siswa.
Tanda koma yang
digunakan sebelum kata bahwa tidak tepat. Jadi, tanda koma tersebut harus
dihilangkan. Selain kata bahwa, ada beberapa kata lain yang tidak perlu
didahului tanda koma. Misalnya, karena,
maka, dan sehingga. Hal ini
karena tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan anak kalimat dengan induk
kalimat jika anak kalimat mengiringi induk kalimat. Jadi, contoh yang benar
adalah kalimat 2.
Contoh 2:
K1: Sir Isaac Newton
seorang bapak ilmu fisika modern ia terus-menerus menerima penghargaan dan penghormatan untuk prestasi-
prestasi ilmiahnya.
K2: Sir Isaac Newton,
seorang bapak ilmu fisika modern, terus-menerus menerima penghargaan dan
penghormatan untuk prestasi-prestasi ilmiahnya.
Kelompok kata seorang bapak ilmu fisika modern
merupakan keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Jadi, keterangan
tambahan tersebut harus diapit dengan tanda koma. Jadi, contoh yang benar
adalah kalimat 2.
d.
Huruf
kapital
Contoh:
K1: Kami sudah membaca
BAB lima yang membahas tentang manfaat
membiasakan diri untuk mencatat hal-hal penting.
K2:
Kami sudah membaca Bab Lima yang berisi tentang manfaat membiasakan diri untuk
mencatat hal-hal penting.
Penulisan BAB lima pada kalimat 1 tidak tepat.
Kata bab tidak perlu ditulis huruf kapital semua. Yang ditulis dengan huruf
kapital cukup huruf awal. Kata lima
pada kalimat tersebut juga perlu diawali dengan huruf kapital. Jadi, setiap
unsur pada penulisan Bab Lima dalam
kalimat di atas harus diawali dengan huruf kapital. Hal itu karena Bab Lima
merupakan nama tajuk judul bab.
Selain itu, setelah
kata membahas tidak boleh diikuti tentang. Jadi, contoh yang benar adalah
kalimat 2.
e.
Tanda
titik(.)
Contoh
1:
K1: Setiap bulan ibu
memberikan uang Rp. 100,000 kepada Ami.
K2: Setiap bulan ibu
memberikan uang Rp100.000,00 kepada Ami.
K3: Ibu memberi uang
Rp100.000/ bulan kepada Ami.
Di belakang Rp tidak perlu diberi tanda titik. Angka
pertama yang mengikuti Rp ditulis merapat tanpa spasi. Untuk memisahkan
bilangan ribuan dan kelipatannya bukan menggunakan tanda koma (,) melainkan
tanda titik (.). Setelah penulisan nilai satuan rupiah, digunakan tanda koma
(,) dan diikuti nol nol (00) yang ditulis merapat. Nol nol (00) sebagai pengganti
angka persepuluhan. Tanda garis miring (/) yang terdapat pada kalimat 3 berarti
tiap atau per. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2 dan 3.
Contoh 2:
K1: Hampir setiap hari
aku melihat beberapa anak berseragam S.M.P melintas di depan rumahku.
K2: Hampir setiap hari
aku melihat beberapa anak berseragam SMP melintas di depan rumahku.
Tanda titik tidak perlu
digunakan pada singkatan. Jadi, SMP tidak perlu ditulis S.M.P.
Contoh yang benar
adalah kalimat 2.
f.
Tanda
persen (%)
Contoh:
K1: Ratri sudah
menyelesaikan 50 % tugasnya dalam waktu satu minggu.
K2: Ratri sudah menyelesaikan 50% tugasnya
dalam waktu satu minggu.
K3: Ratri sudah
menyelesaikan tugasnya 50 persen dalam satu minggu.
Penulisan tanda persen
(%) harus rapat dengan angka yang mendahuluinya. Tanda persen dapat ditulis
dengan % atau persen. Yang penting konsisten
dengan tanda % atau kata persen yang digunakan. Jadi,contoh yang benar adalah
kalimat 2 dan kalimat 3.
g.
Tanda
petik (“. . .”)
Contoh 1:
K1: Isilah waktu
luangmu dengan melakukan hal- hal yang “bermanfaat”.
K2: Isilah waktu
luangmu dengan melakukan hal- hal yang bermanfaat.
Penggunaan tanda petik
pada kalimat 1 tidak tepat. Berdasarkan pedoman dalam EYD, tanda kutip
digunakan untuk mengapit kata atau ungkapan yang mempunyai arti khusus dan istilah
ilmiah yang kurang dikenal. Tanda kutip juga digunakan untuk mengapit petikan
langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
Selain itu, tanda kutip juga digunakan untuk mengapit judul syair, cerpen,
karangan, dan bab buku yang dikutip dalam karangan.
Kata bermanfaat merupakan salah satu kata
yang sudah sering didengar. Kata bermanfaat
dalam kalimat tersebut bermakna leksikal. Oleh karena itu, kata tersebut tidak
perlu menggunakan tanda kutip. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2.
Contoh 2:
K1: Hamdani melihat
kedatanganku dan berkata: “kamu terlambat. Mereka sudah berangkat satu jam yang
lalu.”
K2 :Hamdani melihat
kedatanganku dan berkata, “Kamu terlambat. Mereka sudah berangkat satu jam yang
lalu.”
Tanda baca titik dua
(:) tidak perlu digunakan di antara bagian kalimat dengan tanda petik yang
menunjukkan kalimat langsung. Yang digunakan adalah tanda koma seperti pada
kalimat 2. Aturan yang digunakan adalah aturan penulisan kalimat langsung.
Kalimat langsung diapit tanda kutip (“. . .”). Kata pertama dalam tanda petik
tersebut diawali dengan huruf kapital. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2.
h.
Tanda
tanya (?)
Contoh:
K1: Aku tidak tahu
mengapa mereka bersikap kasar kepadaku ?
K2: Aku tidak tahu mengapa
mereka bersikap kasar kepadaku.
Kalimat 1 di atas
menggunakan kata tanya, tetapi bukan merupakan kata tanya. Kalimat tersebut
merupakan kalimat berita. Oleh karena itu, tidak perlu diakhiri dengan tanda
tanya. Jadi,contoh yang benar adalah kalimat 2.
1.2
Koreksi Kesalahan Kalimat
Kalimat
merupakan kesatuan ujar atau tulisan yang mengungkapkan suatu konsep atau
pikiran yang utuh. Jadi, kalimat dapat berwujud lisan dan tulisan (Rachmawati,
2007: 31). Menurut Rachmawati (2007: 32) mengatakan bahwa kalimat yang baik
harus efektif. Kalimat efektif memiliki kesatuan gagasan dan koherensi yang
baik. Yang tidak kalah penting, kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah-
kaidah yang berlaku. Misalnya, adanya subjek dan predikat, ejaan yang benar,
serta pilihan kata yang tepat. Adanya kesalahan huruf, tanda baca, dan kata
dalam suatu kalimat akan merusak keefektifan kalimat tersebut.
Menurut
Rachmawati (2007: 34-47) mengatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menyusun kalimat yang baik adalah unsur-unsur yang membangun kalimat. Unsur
tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu unsur wajib dan unsur tak wajib. Unsur
wajib merupakan unsur yang harus ada dalam kalimat. Unsur wajib suatu kalimat
terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). Adapun unsur tak wajib adalah unsur
yang tidak harus selalu ada dalam kalimat. Misalnya, objek dan keterangan.
Contoh 1:
K1: Rimba belantara
yaitu semua lahan yang belum pernah dijamah oleh manusia.
K2:
Rimba belantara adalah semua lahan yang belum pernah dijamah oleh manusia.
Kata
yaitu dan adalah memiliki perbedaan. Kata yaitu
berfungsi untuk menunjukkan hubungan antara unsur sebelum dan sesudah kata itu.
Unsur yang dihubungkan dengan kata yaitu dalam kalimat tersebut adalah rimba belantara dan semua lahan yang belum
pernah dijamah oleh manusia. Kedua unsur tersebut tidak ada yang
berkedudukan sebagai predikat. Unsur bahasa yang kedua di atas dapat diubah
menjadi predikat jika kata yaitu
diganti dengan ialah atau adalah.
Kata
yaitu merupakan kata hubung yang
berfungsi untuk memerinci keterangan kalimat. Misalnya, “Ia kehilangan dua
benda kesayangannya, yaitu cincin dan bando.”
Contoh
2:
K1:
Udaranya berbau segar dan bersih dan jika melihat ke atas, maka yang tampak
adalah langit yang cerah yang sesekali diselingi sekelompok burung yang
melintas.
K2:
Udaranya segar dan bersih. Jika melihat ke atas, tampak langit cerah dan
sesekali tampak sekelompok burung yang melintas.
Sebelum
kata segar tidak perlu menggunakan kata berbau.
Kata segar dan bersih dalam kalimat tersebut tidak hanya menunjukkan bau udara.
Namun, menunjukkan keadaan udara. Penggunaan kata baunya justru menimbulkan pemborosan kata dan membingungkan. Selain
itu, kalimat tersebut terlalu panjang dan akan menjadi lebih mudah dipahami jika
dipisah.
Contoh
3:
K1:
Joni berlari lebih cepat dari teman-temannya.
K2: Joni berlari lebih cepat
daripada teman-temannya.
Kalimat
di atas berisi perbandingan. Kata depan daripada digunakan untuk menyatakan
perbandingan. Hal yang dibandingkan dengan kata daripada adalah unsur sebelum
dan sesudah kata daripada. Hal yang dibandingkan dalam kalimat di atas adalah kecepatan lari Joni dengan kecepatan lari
teman-teman Joni. Oleh karena itu, kata depan yang tepat untuk kalimat di
atas adalah daripada.
Contoh
4:
K1:Hujan
turun dengan derasnya disertai kilat dan guntur yang menyambar-nyambar. Padahal
2 jam yang lalu langit masih cerah dan tidak mendung sama sekali.
K2:
Hujan turun dengan deras diserati kilat, padahal dua jam yang lalu langit masih
cerah.
Kata
hubung agar, karena, padahal, atau sehingga, merupakan kata hubung intra kalimat.
Kata hubung intra kalimat adalah kata hubung yang digunakan untuk menghubungkan
unsur-unsur dalam suatu kalimat. Jadi, tidak menghubungkan kalimat yang satu
dengan kalimat yang lain.
Kata
hubung agar, karena, padahal, dan sehingga digunakan pada kalimat majemuk. Bagian
kalimat yang diawali dengan kata hubung tersebut merupakan anak kalimat. Anak
kalimat merupakan bagian yang lebih kecil dan lemah jika dibandingkan dengan
induk kalimat. Anak kalimat juga bagian kalimat yang tidak dapat berdiri
sendiri. Jika ada kalimat yang berawalan agar, karena, atau padahal, atau
sehingga, berarti kalimat tersebut tidak efektif. Contoh 4 pada kalimat 1 tidak
efektif karena kata hubung padahal berada di awal kalimat yang kedua. Oleh
karena itu, kalimat harus diubah sehingga kata hubung padahal tidak terletak
pada awal kalimat. Selain itu, pada kalimat 1 banyak menggunakan kata yang
tidak perlu. Hal itu mengakibatkan kemubaziran kata dan pada kalimat 2 kata-kata
tersebut sudah dihilangkan.
Contoh
5:
K1:
Pemakaian pupuk kimia secara berlebih-lebihan tidak hanya membahayakan tumbuhan
dan hewan saja, tetapi juga manusia.
K2:
Pemakaian pupuk kimia secara berlebih-lebihan tidak hanya membahayakan tumbuhan
dan hewan, tetapi juga manusia.
K3:
Pemakaian pupuk kimia secara berlebih-lebihan tidak membahayakan tumbuhan dan
hewan saja, tetapi juga manusia.
Kalimat di atas menggunakan konjungsi
korelasi. Konjungsi korelasi adalah kata hubung yang digunakan untuk
menghubungkan dua kata, frasa, klausa yang memiliki status sintaksis yang sama.
Konjungsi korelasi terdiri atas dua bagian. Jadi konjungsi korelasi tersebut
berpasang-pasangan.
Kalimat
1 menggunakan konjungsi korelasi tidak
hanya . . . saja, tetapi. Penggunaan
hanya . . . saja merupakan penggunaan kata-kata yang berlebihan. Untuk menjaga
keefektifan kalimat, hal itu perlu dihindari. Jika sudah menggunakan . . . hanya . . ., tidak perlu ditambahi saja. Sebaliknya, jika tidak menggunakan
kata hanya, gunakanlah kata saja. Jadi, contoh yang benar adalah
kalimat 2 dan 3.
Contoh
6:
K1: Ditanya apa saja
persiapan yang ia lakukan, Tanti menjelaskan dengan ramah.
K2: Ketika ditanya apa
saja persiapan yang ia lakukan, Tanti menjelaskan dengan ramah.
Kalimat
di atas terdiri dari dua klausa. Namun, tidak jelas klausa mana yang menduduki
induk kalimat dan klausa mana yang menduduki anak kalimat. Oleh karena terdiri
atas dua klausa, kalimat di atas sebenarnya merupakan kalimat majemuk. Jika
dikatakan sebagai kalimat majemuk setara, tidaklah tepat karena jika dilihat
dari isi kedua klausa tidak cocok untuk digabungkan dengan konjungsi
intrakalimat yang menunjukkan kesetaraan, misalnya, dan. Jika dikatakan sebagai kalimat majemuk bertingkat, berarti
harus ada anak kalimat. Namun, kedua klausa tersebut tidak ada yang didahului
oleh konjungsi intrakalimat. Oleh karena itu, kita akan kesulitan untuk
menentukan anak kalimat dalam kalimat majemuk tersebut.
Berdasarkan
keterangan di atas, perlu ditambahkan konjungsi pada klausa yang seharusnya
dijadikan anak kalimat. Pada kalimat 1, yang merupakan anak kalimat adalah
klausa pertama karena klausa pertama tidak dapat berdiri sendiri. Klausa
pertama kalimat tersebut adalah ditanya
apa saja persiapan yang ia lakukan. Klausa tersebut dapat diberi konjungsi
ketika.
Penambahan
konjungsi tersebut akan memperjelas posisi anak kalimat dan induk kalimat.
Konjungsi ketika pada klausa ditanya apa saja persiapan yang ia lakukan
menunjukkan bahwa klausa tersebut merupakan anak kalimat pengganti keterangan
waktu. Jadi, klausa pertama sebagai anak kalimat, dan klausa kedua sebagai
induk kalimat.
Contoh
7:
K1: Mahalnya biaya
pendidikan kini sedang menjadi bahan pembicaraan masyarakat.
K2: Mahalnya biaya
pendidikan sedang menjadi bahan pembicaraan masyarakat.
Penggunaan
kini dan sedang dalam sebuah kalimat seperti kalimat 1 tidak tepat. Hal itu
menimbulkan kemubaziran kata. Koreksi dapat dilakukan dengan menghilangkan
salah satu penunjuk waktu. Jika sudah menggunakan penunjuk waktu kini, tidak perlu menggunakan sedang. Sebaliknya, jika sudah
menggunakan kata sedang, kini tidak
perlu digunakan.
Contoh
8:
K1:
Pertemuan enam bulan sekali itu bertujuan untuk mempererat hubungan persaudaraan
keluarga besar kami.
K2:
Pertemuan enam bulan sekali itu bertujuan mempererat hubungan persaudaraan
keluarga besar kami.
Kalimat
1 menggunakan gabungan kata bertujuan
untuk. Penggunaan gabungan kata tersebut menimbulkan kemubaziran kata. Hal
ini karena dalam kata bertujuan
sesungguhnya sudah terkandung makna untuk.
Jadi, tidak perlu diberi tambahan kata untuk.
Selain kata bertujuan, kata yang
tidak perlu diikuti kata untuk, misalnya,
bermaksud, dimaksudkan, dan ditujukan.
1.3
Koreksi Kesalahan Alinea
Menurut
Rachmawati (2007: 48) mengatakan bahwa alinea merupakan himpunan dari kalimat-kalimat
yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Alinea
harus mengandung gagasan tunggal. Gagasan tunggal dapat terletak pada sebuah
kalimat atau menyebar pada seluruh kalimat dalam alinea. Kalimat yang memuat
gagasan pokok suatu alinea disebut kalimat pokok. Kalimat-kalimat yang bukan
kalimat pokok berfungsi sebagai penjelas. Kalimat pokok dapat diletakkan pada
awal, tengah, akhir, atau awal dan akhir alinea.
Ada
beberapa hal yang harus dipenuhi agar sebuah paragraf dikatakan baik. Menurut Rachmawati
(2007: 49,50) mengatakan bahwa alinea yang baik dan efektif harus memenuhi tiga
syarat.
1. Kesatuan
Yang dimaksud kesatuan
dalam alinea adalah semua kalimat yang membina alinea itu secara bersama-sama
menyatakan suatu hal, suatu tema tertentu.
2. Koherensi
Yang dimaksud koherensi
adalah kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat yang membentuk
alinea itu.
3. Pengembangan alinea
Pengembangan alinea
adalah penyusunan atau perincian gagasan-gagasan yang membina alinea itu.
Menurut
Rachmawati (2007: 53-55) mengatakan bahwa alinea dan wacana yang telah selesai
ditulis perlu disunting. Penyuntingan alinea dilakukan dengan memerhatikan
kesatuan paragraf, koherensi, dan pengembangan paragraf tersebut. Perhatikan
contoh penyuntingan paragraf berikut!
Sebelum disunting:
Ini
adalah langkah-langkah menggoreng tempe. Sebelum menggoreng tempe kita perlu
membuka bungkus tempe. Selanjutnya, kita perlu menyiapkan bawang putih.
Kemudian siapkan pula garam. Bawang putih dan garam disesuaikan dengan
banyaknya tempe. Setelah itu, haluskan bawang putih dengan garam. Selanjutnya,
beri sedikit air pada bumbu yang sudah dihaluskan tadi. Tempe yang sudah dibuka
bungkusnya tadi, potong-potonglah! Sesudah itu, oleskan potongan tempe pada
bumbu. Selanjutnya, gorenglah tempe.
Hasil suntingan:
Ada
beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menggoreng tempe. Untuk
mengetahuinya, ikutilah penjelasan berikut! Siapkan bumbunya, yaitu bawang
putih dan garam secukupnya. Haluskan bumbu tersebut. Tambahkan sedikit air.
Bukalah bungkus tempe dan potonglah tempe menjadi beberapa bagian. Oleskan
potongan tempe pada bumbu tersebut. Tempe siap digoreng.
Kedua
paragraf tersebut berisi tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
menggoreng tempe. Paragraf yang belum disunting banyak menggunakan kata transisi.
Namun, penggunaan kata transisi yang tidak tepat justru terasa membosankan.
Kalimat juga menjadi tidak menarik untuk dibaca.
Paragraf
yang telah disunting hampir tidak menggunakan kata transisi. Namun, paragraf
tetap padu. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan pilihan kata yang tepat
dan penataan kalimat. Penataan kalimat yang bagus pada paragraf tersebut juga
menjadikan paragraf ini menarik.
Sebelum disunting:
Ria,
Budi, Udin, Wahyu, dan Tata adalah sahabat akrab. Di sekolah Ria, Budi, Wahyu,
dan Tata selalu bersama. Tempat duduk mereka inipun berdekatan. Kadang-kadang
mereka ini juga mengadakan acara bersama. Lari pagi, ke pantai dan mendaki
gunung adalah contoh kegiatan yang sering mereka lakukan bersama. Banyak orang
mencoba menjalin persahabatan. Mereka berusaha memahami karakter sahabatnya.
Dengan saling paham-memahami karakter sahabat, persahabatan tidak akan pernah
rusak. Tetapi, persamaan karakter juga tidak selalu melatar-belakangi
langgengnya sebuah persahabatan.
Hasil suntingan:
Ria,
Budi, Udin, Wahyu, dan Tata adalah sahabat akrab. Di sekolah mereka selalu
bersama. Tempat duduk mereka pun berdekatan. Mereka sering jajan bersama.
Mereka juga memiliki kelompok belajar. Kadang-kadang mereka juga mengadakan
acara bersama. Lari pagi, ke pantai, dan mendaki gunung adalah contoh kegiatan
yang sering mereka lakukan.
Banyak orang mencoba
menjalin persahabatan. Mereka berusaha memahami karakter sahabatnya. Dengan
saling memahami karakter sahabat, persahabatan tidak akan pernah rusak. Namun,
persamaan karakter juga tidak selalu menjadi sebab langgengnya sebuah
persahabatan.
Untuk
membangun kepaduan paragraf salah satu caranya adalah dengan menggunakan kata
ganti. Kata ganti dalam paragraf di atas adalah mereka. Kata ganti tersebut sudah tepat. Namun, setelah kata mereka
seharusnya tidak perlu menggunakan ini.Penggunaan
ini tersebut merupakan kemubaziran
kata. Kata ini yang mengiringi kata mereka tampaknya terpengaruh oleh
bahasa Jawa.
Paragraf
yang memiliki kesatuan, salah satu
cirinya adalah hanya mengandung satu gagasan pokok. Gagasan pokok paragraf satu
dan paragraf dua hasil suntingan di atas sebenarnya memiliki sedikit
kecocokkan. Kedua paragraf tersebut berisi tentang persahabatan. Namun,
persahabatan yang dikisahkan dalam kedua paragraf tersebut berbeda. Oleh karena
itu, jika kedua paragraf tersebut digabungkan, akan menghasilkan paragraf yang
tidak memiliki kesatuan.
Penulisan
kata melatarbelakangi pada paragraf
yang belum disunting juga tidak tepat. Gabungan kata yang mendapat awalan dan
akhiran secara bersamaan penulisannya harus disambung. Pilihan kata melatarbelakangi juga kurang tepat. Oleh
karena itu, perlu disunting dengan mengganti kata tersebut dengan kata yang
lebih tepat.
1.4
Membuat Ringkasan Teks
Menurut
(http://pelitaku.sabda.org/cara_membuat_ringkasan) bagi orang yang sudah
terbiasa membuat ringkasan, mungkin kaidah yang berlaku dalam menyusun
ringkasan telah tertanam dalam benaknya. Meski demikian, tentulah perlu
diberikan beberapa patokan sebagai pegangan dalam membuat ringkasan terutama
bagi mereka yang baru mulai atau belum pernah membuat ringkasan. Berikut ini
beberapa pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan
teratur.
1.
Membaca Naskah Asli
Bacalah naskah asli sekali atau dua kali, kalau perlu
berulang kali agar Anda mengetahui kesan umum tentang karangan tersebut secara
menyeluruh. Penulis ringkasan juga perlu mengetahui maksud dan suduSSXt
pandangan penulis naskah asli. Untuk mencapainya, judul dan daftar isi tulisan
(kalau ada) dapat dijadikan pegangan karena perincian daftar isi mempunyai
pertalian dengan judul dan alinea-alinea dalam tulisan menunjang pokok-pokok
yang tercantum dalam daftar isi.
2.
Mencatat Gagasan Utama
Jika sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut
pandangan pengarang asli, silakan memperdalam dan mengkonkritkan semua hal itu.
Bacalah kembali karangan itu bagian demi bagian, alinea demi alinea sambil
mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian atau alinea itu. Pokok-pokok
yang telah dicatat dipakai untuk menyusun sebuah ringkasan. Langkah kedua ini
juga menggunakan judul dan daftar isi sebagai pegangan. Yang menjadi sasaran
pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alinea, kalau perlu
gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensial untuk memperjelas gagasan
utama tadi juga dicatat.
3.
Mengadakan Reproduksi
Pakailah kesan umum dan hasil pencatatan untuk membuat
ringkasan. Urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-kalimat
dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang sekaligus
menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya. Bila gagasan yang telah
dicatat ada yang masih kabur, silakan melihat kembali teks aslinya, tapi jangan
melihat teks asli lagi untuk hal lainnya agar tidak tergoda untuk menggunakan
kalimat dari penulis asli. Karena kalimat penulis asli hanya boleh digunakan
bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan kaidah, kesimpulan, atau
perumusan yang padat.
4.
Ketentuan Tambahan
Setelah melakukan langkah ketiga, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang
baik.
a.
Susunlah ringkasan dalam
kalimat tunggal daripada kalimat majemuk.
b.
Ringkaskanlah kalimat
menjadi frasa, frasa menjadi kata. Jika rangkaian gagasan panjang, gantilah
dengan suatu gagasan sentral saja.
c.
Besarnya ringkasan
tergantung jumlah alinea dan topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan.
Ilustrasi, contoh, deskripsi, dsb. dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap
penting.
d.
Jika memungkinkan,
buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada, meski terkadang sebuah kata
sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang
tersirat dalam rangkaian keterangan atau rangkaian kata sifat yang terdapat
dalam naskah.
e.
Harus mempertahankan
susunan gagasan dan urutan naskah. Tapi, yang sudah dicatat dari karangan asli
itulah yang harus dirumuskan kembali dalam kalimat ringkasan. Jagalah juga agar
tidak ada hal yang baru atau pikiran diri sendiri yang dimasukkan dalam
ringkasan.
f.
Agar dapat membedakan
ringkasan sebuah tulisan biasa (bahasa tak langsung) dan sebuah pidato/ceramah
(bahasa langsung) yang menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal atau
jamak, ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan sudut pandangan
orang ketiga.
g.
Dalam sebuah ringkasan
ditentukan pula panjangnya. Karena itu, kita harus melakukan seperti apa yang
diminta. Bila diminta membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan
asli, maka haruslah membuat demikian. Untuk memastikan apakah ringkasan yang
dibuat sudah seperti yang diminta, silakan hitung jumlah seluruh kata dalam
karangan itu dan bagilah dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan
panjang karangan yang harus ditulis. Perhitungan ini tidak dimaksudkan agar
kita menghitung secara tepat jumlah riil kata yang ada. Tapi, perkiraan yang
dianggap mendekati kenyataan. Jika kita harus meringkaskan suatu buku yang
tebalnya 250 halaman menjadi sepersepuluhnya, perhitungan yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut:
1.
Panjang karangan asli
(berupa kata) adalah: Jumlah halaman x Jumlah baris per halaman x Jumlah kata
per baris = 250 x 35 X 9 kata = 78.750 kata.
2.
Panjang ringkasan berupa
jumlah kata adalah: 78.750 : 10 = 7.875 kata. Panjang ringkasan berupa jumlah
halaman ketikan adalah: jika kertas yang dipergunakan berukuran kuarto, jarak
antar baris dua spasi, tiap baris rata-rata sembilan kata, pada halaman kertas
kuarto dapat diketik 25 baris dengan jarak dua spasi, maka: Jumlah kata per
halaman adalah: 25x 9 kata = 225. Jumlah halaman yang diperlukan adalah:
7.875:225 = 35 halaman.
Contoh ringkasan teks.
Sarana angkutan dari jauh-jauh hari sudah
dipersiapkan. Angkutan bus betul-betul menjadi tulang punggung di saat-saat
seperti ini karena lebih dari separuh calon pemudik diperkirakan akan terangkut
oleh bus.Sementara hanya 1/3 dari seluruh pemudik dari Jakarta dan sekitarnya
diperkirakan menggunakan jasa KA.
Teks di atas dapat dirigkas menjadi.
Sarana angkutan dari jauh-jauh hari sudah
dipersiapkan. Angkutan bus betul-betul menjadi tulang punggung di saat-saat
seperti ini karena lebih dari separuh calon pemudik diperkirakan akan terangkut
oleh bus. Sementara hanya 1/3 dari seluruh pemudik dari Jakarta.
BAB II
KESIMPULAN
Sebagai sarana komunikasi, bahasa tulis harus
dapat digunakan untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca. Oleh karena itu,bahasa
tulis harus disusun sesuai dengan aturan yang berlaku agar dapat memenuhi
fungsinya. Hal itu dapat dilakukan dengan menganalisis teks tersebut.
Menganalisis teks memerlukan
penguasaan penggunaan huruf,tanda baca,dan kata. Selain itu, juga memerlukan
penguasaan tentang kalimat,dan kepaduan paragraf. Tanpa penguasaan berbagai hal
tersebut,tentu kita akan kesulitan menentukan benar tidaknya sebuah teks.
Daftar Pustaka
Rachmawati,Fajar.
2007. Sudah Benarkah Tulisanku? (Penyuntingan). Yogyakarta:PT Citra Aji
Parama.
Farika.
2006. Cara Asyik Belajar Ejaan.
Bandung: CV Nuansa Citra Grafika.
http://pelitaku.sabda.org/cara_membuat_ringkasan
(diakses pada tanggal 27 September 2015 pukul 11.30 WIB).