BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Tradisi
pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma bagi pengembangan budaya Barat
dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam di semua segi dari seluruh lini
kehidupan. Memahami tradisi pemikiran Barat sebagaimana tercermin dalam
pandangan filsafatnya merupakan kearifan tersendiri, karena kita akan dapat
melacak segi-segi positifnya yang layak kita tiru dan menemukan sisi-sisi
negatifnya untuk tidak kita ulangi.
Kemunculan sebuah pemikiran tidak bisa lepas dari nilai
yang mempengaruhi dari peristiwa dan pemikiran yang hidup dan
berkembang sebelumnya. Juga halnya dengan empirisme, konsep pengetahuan ini
tidaklah berada para ruang hampa yang tidak mengakar pada realitas pemikiran
sebelumnya.
Empirisme
telah menyumbangkan banyak hal dalam ilmu pengetahuan. Kaum empiris
mengkuduskan eksperimen dan pemahaman ilmiah, dan yang mengumumkan dengan
sangat bangga bahwa mereka tidak mempercayai gagasan apapun selama belum
ditetapkan dengan eksperimen dan dibuktikan dengan secara empirik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Empirisisme ?
2. Apa
saja pemikiran Empirisisme ?
3. Siapa
saja tokoh-tokoh Empirisisme ?
4. Bagaimana
Pengetahuan menurut Empirisisme ?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui tentang pengertian Empirisisme.
2. Untuk
mengetahui apa saja pemikiran yang terdapat dalam Empirisisme.
3. Untuk
mengetahui beberapa tokoh Emppirisisme.
4. Untuk
mengetahui arti pengetahuan menurut Empirisisme.
BAB II
EMPIRISISME
A.
Pengertian
Empirisisme
Empirisisme adalah suatu doktrin
filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta
pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisisme
diambil dari bahasa Yunani emperia
yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisisme
adalah lawan rasionalisme.
Pada abad ke-20 kaum empiris cenderung
menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan
dengan benar atau tidak, bukan pada asal usul pengetahuan. Bagi orang empiris,
jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola
(pattern) jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan
peristiwa yang sama. ( Prof.Dr.Tafsir,Ahmad.2009:173-174)
Beberapa
pemahaman tentang pengertian empirisme cukup beragam, namun intinya adalah
pengalaman. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa
semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan
bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
Empirisme lahir di Inggris dengan tiga eksponennya yaitu David Hume,George
Berkeley dan John Lock.
Menurut
A.R. Lacey berdasarkan akar katanya empirisme adalah aliran dalam filsafat yang
berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan pada
pengalaman yang menggunakan indera.
Para
penganut aliran empiris dalam berfilsafat bertolak belakang dengan para
penganut aliran rasionalisme. Mereka menentang pendapat-pendapat para penganut
rasionalisme yang didasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori.
Menurut pendapat penganut empirisme,metode ilmu pengetahuan itu bukanlah
bersifat apriori tetapi posteriori yaitu metode yang berdasarkan atas hal-hal
yang datang,terjadinya atau adanya kemudian.
Bagi
penganut empirisme sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman.
Maksudnya,pengalaman lahir yang menyangkut dunia dan pengalaman batin yang
menyangkut pribadi manusia. Sedangkan akal manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan
atau data yang diperoleh melalui pengalaman.
B.
Pemikiran
Empirisisme
Beberapa pemikiran dalam empirisme
:
1. Pandangan bahwa
semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan
apa yang dialami.
2. Pengalaman
inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan dan bukanlah akal atau rasio.
3. Semua yang kita
ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua
pengetahuan turun secara langsung atau disimpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5. Akal budi
sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan
pada pengalaman inderawi dan penggunakan indera kita. Akal budi mendapat tugas
untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman.
6. Empirisme
sebagai filsafat pengalaman,mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.
7. Ada dua ciri pokok empirisme,
yaitu mengenai teori tentang makna dan teori tentang pengetahuan.
Teori makna pada aliran empirisme
biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal pengetahuan, yaitu asal-usul
idea atau konsep. Pada abad pertengahan teori ini diringkas dalam rumus Nihil est in intellectu quod non prius fuerit in
sensu (tidak ada sesuatu di dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman).
Sebenarnya pernyataan ini merupakan tesis Locke yang terdapat dalam bukunya, An
Essay Concerning Human Understanding, yang dikeluarkannya tatkala ia
menentang ajaran idea bawaan (innate idea) pada orang-orang rasionalis. Jiwa (mind)
itu, tatkala orang dilahirkan, keadaannya kosong, laksana kertas putih atau
tabula rasa, yang belum ada tulisan di atasnya, dan setiap idea yang
diperolehnya mestilah datang melalui pengalaman; yang dimaksud dengan
pengalaman di sini ialah pengalaman inderawi. Atau pengetahuan itu datang dari
observasi yang kita lakukan terhadap jiwa (mind) kita sendiri dengan alat yang
oleh Locke disebut inner sense (pengindera dalam).[10]
Pada abad ke-20 kaum empiris cenderung menggunakan
teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan dengan benar
atau tidak, bukan pada asal-usul pengetahuan. Salah satu contoh penggunaan
empirisme secara pragmatis ini ialah pada Charles Sanders Peirce dalam kalimat
“Tentukanlah apa pengaruh konsep itu pada praktek yang dapat dipahami kemudian
konsep tentang pengaruh itu, itulah konsep tentang objek tersebut”.
Filsafat empirisme tentang teori makna
amat berdekatan dengan aliran positivisme logis (logical positivism) dan
filsafat Ludwig Wittgenstein. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu
harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris
jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola
(pattern) jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan
peristiwa yang sama.
Teori kedua, yaitu teori pengetahuan,
dapat diringkaskan sebagai berikut: Menurut orang rasionalis ada beberapa
kebenaran umum, seperti “setiap kejadian tentu mempunyai sebab”, dasar-dasar
matematika dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar
dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh
lewat intuisi rasional. Empirisme menolak pendapat itu. Tidak ada kemampuan
intuisi rasional itu. Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang
diperoleh lewat observasi jadi ia kebenaran a posteriori.
C.
Tokoh-Tokoh
Empirisisme
1.
John Locke (1632-1704 M)
John termasuk orang yang mengagumi Decrates, teteapi
ia tidak menyetujui ajarannya. Bagi Locke mula-mula rasio manusia harus
dianggap sebagai “lembaran kertas putih” (as a white paper) dan seluruh isinya
berasal dari pengalaman. Bagi Locke pengalaman ada dua,yaitu pengalaman
lahiriah (sensation) dan pengalaman batiniah (reflection). Kedua sumber
pengalaman ini menghasilkan ide-ide tunggal. Roh manusia bersifat pasif dalam menerima ide-ide tersebut. (Hakim,Atang Ab. Saebani,Beni A.,2008:271)
Buku Locke Essay Conecerning Human Understanding (1689 M) ,yaitu semua
pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan
idea untuk konsep tentang sesuatu yang berada dibelakang pengalaman,tidak ada
idea yang diturunkan seperti yang diajarkan Plato.
Faktor bawaan (innate)
itu tidak ada, argumennya adalah:
1. Dari jalan masuknya pengetahuan kita
mengetahui bahwa innate itu tidak ada. Pengetahuan datang melalui
daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan.
2. Persetujuan umum adalah argumen yang
terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate
idea itu sebagai suatu daya yang inhern.
3. Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate
idea.
4. Apa innate idea itu sebernya
tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga tidak diketahui adanya. Bukti-bukti
yang mengatakan ada innate idea justru sebagai alasan untuk mengatakan
ia tidak ada.
5. Tidak juga dicetakkan (ditempelkan) pada
jiwa sebab pada anak idiot, idea innate itu tidak ada. Padahal anak
normal dan anak idiot sama-sama berpikir.
Bedasarkan asas-asas teori
pengenalan, dalam etikanya Locke menolak adanya pengertian keberhasialan yang
tidak menjelaskan bawaan tabiat manusia. Apa yang menjadi bawaan tabiat kita
hanyalah kecenderungan- kecenderungan yang menguasai perbuatan-perbuatan kita.
Segala kecenderungan itu dapat di kombinasikan kepada usaha untuk mendapatkan
kebahagian.
Kesimpulan Locke adalah subtance
is we know not what. Tentang subtansi kita tidak tahu apa-apa. Ia
mengetahui menyatakan bahwa apa yang dianggapnya subtansi ialah pengertian
tentang obyrk sebagai idea tentang obyek itu dibentuk oleh jiwa berdasarkan
masukan dari indera.(Prof.Dr.Ahmad,Tafsir.2009:175-176)
2.
David Hume (1711-1776 M)
Menurut para penulis sejarah
filsafat,empirisme berpuncak pada David Hume,sebab ia menggunakan
prinsip-prinsip empiristis dengan cara yang paling radikal,terutama pengertian
substansi dan kausalitas (hubungan sebab akibat) yang menjadi objek kritiknya.
Ia tidak menerima substansi ,sebab yang dialami ialah kesan-kesan saja tentang
beberapa ciri yang selalu terdapat bersama-sama. Akan tetapi,atas dasar
pengalaman tidak dapat disimpulkan bahwa dibelakang ciri-ciri itu masih ada
suatu substansi tetap.
Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic,skeptic tingkat
tertinggi. Ia dibicarakan disini sebagai sebagai seorang skeptis dan terutama
sebagai seorang empiris. Menurut Bertrans Russsel,yang tidak dapat diragukan
lagi pada Hume ialah ia seorang skeptis.
Buku Hume,Tretise
Of Human Nature (1739 M),ditulisnya tatkala ia masih muda,yaitu tatkala ia
berumur dua puluh tahunan. Buku ini tidak banyak menaarik perhatian
seseorang,karenanya Hume pindah ke subjek lain,lalu ia menjadi seorang yang
terkenal sebagai sejarawan. Kemudian,pada tahun 1748 M,ia menulis buku An Enquiry Concerning Human Understanding.
Baik Treatise maupun Enquiry
kedua-duanya menggunakan metode empirisme,sama dengan John Locke.
(Hakim,Atang Ab. Saebani,Beni A.,2008:274)
3.
Herbert Spencer (1820-1903 M)
Filsafat Herbert Spencer berpusat pada teori
evolusi. Sembilan tahun sebelum terbit karya Darwin yang terkenal, The Origen of Species (1859 M). Spencer
sudah menerbitkan bukunya tentang teori evolusi. Empirismenya terlihat jelas
dalam filsafatnya tentang the great
unknowable. Menurut Spencer,kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena
atau gejala-gejala. Memang benar di belakang gejala-gejala itu ada suatu dasar
absolute,tetapi yang absolute itu tidak dapat kita kenal. Secara
prinsip,pengenalan kita hanya menyangkut relasi-relasi anatara gejala-gejala.
Dibelakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh Spencer disebut yang tidak
diketahui (the great unknowable).
Sudah jelas menurut Spencer,metafisika menjadi tidak mungkin. (Hakim,Atang Ab.
Saebani,Beni A.,2008:274)
Spencer mengatakan bahwa idea-idea keilmuan
pada akhirnya adalah penyajian realitas yang tidak dapat dipahami,sehingga
menjadi teka-teki besar. (Hakim,Atang Ab. Saebani,Beni A.,2008:274)
4.
Francis Bacon (1210-1292 M)
Menurut Francis Bacon, pengetahuan yang
sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi
dan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sejati. Pengetahuan
haruslah dicapai dengan induksi.
5.
Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Filsafat Hobbes menghasilkan suatu sistem
yang lengkap mengenai keterangan tentang “yang ada” secara mekanis.
a.
Filsafat materialisme
Segala sesuatu yang ada itu bersifat bendawi.
Maksudnya segala sesuatu yang tidak bergantung kepada gagasan kita. Doktrin
atau ajarannya menyatakan bahwa segala kejadian adalah gerak,yang berlangsung
karena keharusan.
b.
Manusia
Manusia tidak lebih dari suatu bagian dalam
bendawi yang mengelilinginya. Oleh karena itu,segala sesuatu yang terjadi pada
diri manusiapun dapat diterangkan seperti cara-cara yang terjadi pada kejadian
alamiah,yaitu secara mekanis.
c.
Jiwa
Jiwa baginya merupakan kompleks dari
proses-proses mekanis didalam tubuh. Akal bukanlah pembawaan,malainkan hasil
perkembangan karena kerajinan.
d.
Teori pengenalan
Sebagai penganut empirisme,pengenalan atau pengetahuan
menurut Hobbes diperoleh karena pengalaman . pengalaman adalah awal dari segala
pengetahuan,juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan
diteguhkan oleh pengalaman. (Hakim,Atang Ab. Saebani,Beni A.,2008:269)
6.
George Barkeley (1665-1753 M)
Menurutnya,ide-ide membuat saya melihat suatu
dunia materiil. Barkeley mengakui bahwa aku merupakan suatu substansi rohani.
Ia juga mengakui adanya Allah,sebab Allah-lah merupakan asal-usul ide-ide yang
saya lihat. Jika kita mengatakan bahwa Allah menciptakan dunia,yang kita maksud
bukan berarti ada suatu dunia di luar kita,melainkan bahwa Allah memberi
petunjuk atau mempertunjukkan ide-ide kepada kita. Jika kita memahami
perbandingan wujud ini dengan film seperti di atas tadi,maka boleh kita teruskan
bahwasannya Allah-lah yang memutar film itu dalam batin kita. (Hakim,Atang Ab.
Saebani,Beni A.,2008:273)
D.
Pengetahuan
Menurut Empirisisme
Teori
pengetahuan menyatakan bahwa pengetahuan berbasis pada pengalaman. Jika sekedar
pengalaman teoritis,belum menjadi pengetahuan yang benar. (Hakim,Atang
Ab. Saebani,Beni A.,2008:267)
Tiap-tiap pengetahuan itu
terjadi dari kerja sama antara sensation dan reflections. Tetapi
haruslah ia mulai dengan sensation sebab jiwa manusia itu waktu
dilahirkan merupakan yang putih bersih; tabula rasa, tak ada bekal dari siapa
pun yang merupakan ide innatae.
Seluruh pengetahuan kita
peroleh dengan jalan menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan yang
diperoleh dari pengindraan dan refleksi. Akal manusia hanya merupakan tempat
penampungan yang secara pasif menerima hasil penginderaan kita. Menurut Locke
kita tidak melihat pohon atau orang atau mendengar bunyi sangkakala melainkan
kita melihat kesan inderawi pada retina yang disebabkan oleh apa yng kita lihat
sebagai pohon. Kita mendengarkan reaksi selaput kuping terhadap getaran-getaran
udara yang disebabkan oleh peniupan sangkakala.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Empirisisme adalah suatu doktrin
filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta
pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisisme
diambil dari bahasa Yunani emperia
yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisisme
adalah lawan rasionalisme.
Beberapa
pemikiran dalam empirisme :
1. Pandangan
bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman
inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan dan bukanlah akal atau rasio.
3. Semua
yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua
pengetahuan turun secara langsung atau disimpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5. Akal
budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunakan indera kita. Akal budi mendapat
tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman.
6. Empirisme
sebagai filsafat pengalaman,mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.
7. Ada dua ciri pokok empirisme, yaitu mengenai teori
tentang makna dan teori tentang pengetahuan.
Tokoh-tokoh dalam empirisme antara lain adalah John Locke,
David Hume, Herbert Spencer, Francis Bacon, Thomas Hobbes, George Barkeley.
Teori pengetahuan menyatakan bahwa pengetahuan berbasis pada
pengalaman. Jika sekedar pengalaman teoritis,belum menjadi pengetahuan yang
benar.
B.
Saran
Empirisme memiliki banyak kekurangan
dalam mengkaji berbagai informasi dan ilmu pengtahuan yang lainnya tanpa
disandingkan dengan paham-paham yang lainnya. Jadi, jangan sampai kita hanya
mengetahui ilmu pengetahuan tentan empirisme saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.Dr. Tafsir,
Ahmad. 2009. Filsafat Umum. Bandung.
PT Remaja Rosdakarya
Achmadi, Asmoro.
2013. Filsafat Umum. Jakarta. Rajawali Press
Hakim,atang Ab.,
dan Saebani, Beni A.2008. Filsafat Umum.
Bandung. CV Pustaka Setia
Dr.Ismail, Fuad
Farid & Abdul Hamlid Mutawalli. 2012.Cara
mudah belajar filsafat.Yogjakarta.