BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam
sebagai agama yang mengatur segala aspek bagi kehidupan manusia pastinya
memiliki sebuah dasar yang paling penting yaitu keadilan. Ini terbukti dengan
adanya firman Allah SWT { إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ } yang
berarti “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran”.
Dalam hal
ini, segala jenis kejahatan memang diharapkan pupus di dalam dunia ini. Akan
tetapi, terbukti dari mulai awal kehidupan makhluk bernama manusia wujud
kejahatan tetap ada dan tidak pernah luput di atas bumi. Kejahatan tersebut
berupa pembunuhan, penderaan, dan lain-lain.
Oleh karena
itu, ketika Islam turun, ia sudah mensiapkan paket-paket hukum dan hukuman bagi
pelaku kejahatan-kejahatan ini. Walaupun kenyataan kejahatan ini tidak bisa
100% hilang di muka bumi, minimal pengaturan hukum Islam bertujuan menurunkan
kadar statistik kejahatan yang melanda di negara Islam. Dalam hal ini, hukuman kejahatan tersebut dikategorikan dengan nama qishos dan diyat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian qishos diyat?
2.
Apa saja macam-macam qishos diyat?
3.
Bagaimana sumber hukum qishos diyat?
4.
Bagaimana sangsi jarimah qishos diyat?
5.
Bagaimana pembuktiannya?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa pengertian qishos diyat.
2.
Untuk mengetahui apa saja macam-macam qishos diyat.
3.
Untuk mengetahui bagaimana sangsi jarimah qishos diyat.
4.
Untuk mengetahui bagaimana pembuktiannya.
5.
Untuk mengetahui bagaimana sumber hukum qishos diyat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qishos Diyat
Kata qishos
(qishâsh) yang dalam bahasa Arab “قصاص”
secara bahasa memiliki arti mengikuti jejaknya/kesannya (تتبع الأثر)
seperti “قصصت الأثر” berarti: aku mengikuti jejaknya (تتبعته).
Akan tetapi, menurut al-Fayûmî kata qishos lebih sering dimaknai dengan
menghukum pembunuh dengan membunuh, mencederakan pencedera, memotong tangan
orang yang memotong tangan.
Secara
istilah kata qishos memiliki arti: “الْقِصَاصُ
أَنْ يُفْعَلَ بِالْفَاعِلِ الْجَانِي مِثْلُ مَا فَعَلَ” berarti:
qishos adalah diperlakukan pada yang melakukan jinayah seperti apa ia lakukan.
Qishos dipraktekkan di negara-negara yang menganut
syariat Islam seperti Arab Saudi, Iran dan Pakistan. Beberapa Negara lain
menganggap Qishos tidaklah relevan untuk diterapkan pada saat ini sebagaimana
konsep hukum mati yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Kata diyât (ديات)
yang merupakan jamak dari diyat secara bahasa memiliki arti: harta
yang wajib bagi jiwa. Sedangkan secara istilah adalah harta yang wajib
disebabkan jinayah terhadap orang yang merdeka dari segi jiwa atau pada apa
yang selainnya. Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak
dilakukan padanya hukum bunuh.
Diyat ini
pada dasarnya adalah bagian dari qishos. Mustahiq Al-qishos memiliki hak untuk
menentukan sama ada memilih qishos, perdamaian atau memaafkan. Dengan ketentuan
ini, diyat adalah pilihan kedua yaitu perdamaian. Ketika mustahiq
al-qishâsh memilih untuk berdamai, maka ia berhak mendapatkan diyat dalam
arti si pelaku kejahatan berkewajiban membayar diyat kepada mustahiq
al-qishâsh.
Ciri khas
dari jarimah qishos dan diyat adalah:
1)
Hukumannya
sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah ditentukan oleh syara’ dan tidak
ada batas minimal atau maksimal.
2)
Hukuman
tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti bahwa korban atau
keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.
B.
Macam-Macam Qishos Diyat
Maksud dari
macam-macam qishos dan diyat adalah jenis-jenis dari kejahatan atau
pidana yang dihukum dengan cara qishos atau diyat.
Secara umum,
pembunuhan ada tiga cara, yaitu:
1) Betul-betul disengaja, yaitu dilakukan oleh yang
membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya itu dengan perkakas yang biasanya
dapat digunakan untuk membunuh orang. Hukum ini wajib di-qishos. Berarti dia
wajib dibunuh pula, kecuali apabila dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh
dengan membayar diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali.
Allah memberikan hukuman yang begitu berat guna
menjaga keselamatan dan ketentraman umum. Memang hukuman terhadap orang yang
salah terutama adalah untuk menakut-nakuti masyarakat, agar jangan terjadi lagi
perbuatan seperti itu. Dengan berhentinya perbuatan yang buas itu umat manusia
akan hidup sentosa, aman, dan tenteram sehingga membuahkan kemakmuran.
2)
Ketaksengajaan
semata-mata. Misalnya seseorang melontarkan suatu barang yang tidak disangka
akan kena pada orang lain sehingga menyebabkan orang itu mati, atau seseorang
terjatuh menimpa orang lain sehingga orang yang ditimpanya itu mati.
Hukum pembunuhan yang tak disengaja ini tidak wajib
qishos, hanya wajib membayar denda (diyat) yang enteng. Denda ini diwajibkan
atas keluarga yang membunuh, bukan atas orang yang membunuh. Mereka membayarnya
dengan diangsur dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun keluarga itu wajib
membayar sepertiganya.
3)
Seperti
sengaja, yaitu sengaja memukul orang, tetapi dengan alat yang enteng (biasanya
tidak untuk membunuh orang) misalnya dengan cemeti, kemudian orang itu mati
dengan cemeti itu. Dalam hal ini tidak wajib pula qishos, hanya diwajibkan
membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, diangsur dalam
tiga tahun.
Seorang
ulama kontemporer yaitu Syaikh ‘Abd al-Qâdir ‘Audah menjelaskan secara global
ada 5 jenis kejahatan yang masuk di dalam akibat hukum qishos atau diyat.
Lima
kejahatan tersebut adalah:
1)
Pembunuhan
sengaja (القتل العمد);
2)
Pembunuhan
yang menyamai sengaja (القتل شبه العمد);
3)
Pembunuhan
yang tidak sengaja (القتل الخطأ);
4)
Pencederaan
sengaja (الجرح العمد);
5)
Pencederaan
yang tidak sengaja (الجرح الخطأ).
Pengertian
pembunuhan adalah sebuah pekerjaan yang melenyapkan nyawa yaitu pembunuh jiwa.
Pengertian lainnya adalah sebuah pekerjaan hamba yang menyebabkan hilangnya
nyawa. Syaikh ‘Abd al-Qâdir ‘Audah menjelaskan bahwa pembunuhan itu
adalah melenyapkan ruh anak Adam dengan perbuatan anak Adam yang lain.
1) Pembunuhan sengaja adalah pembunuhan yang pembunuh itu
sengaja memukul orang lain dengan senjata seperti pedang, pisau, tombak, timah,
atau apa saja yang dapat digunakan sebagai senjata untuk memisahkan anggota
jasad seperti barang yang ditajamkan seperti kayu, batu, api, dan jarum sebagai
alat membunuh.
Pengertian tersebut didatangkan
karena makna “العمد” adalah
sengaja. Sengaja adalah perkara yang samar yang tidak mungkin untuk diketahui
kecuali dengan bukti yang menunjukkan kepadanya. Bukti tersebut bisa berupa
penggunaan alat untuk membunuh. Maka alat tersebut dijadikan sebagai bukti
kesengajaan. Secara kesimpulan alat pembunuhan tersebut menempati tempatnya
pembunuhan dengan sengaja sebagai tempat persangkaan wujudnya niat untuk
membunuh.
2) Pembunuhan yang menyamai sengaja, menurut mazhab
Hanafi adalah sesuatu pembunuhan yang dilakukan dengan menggunakan alat yang
secara umumnya tidak menyebabkan kematian seperti batu kecil, kayu kecil,
tongkat kecil, atau sebuah tamparan.
Dari pengertian ini, maka
gambarannya adalah ketika ada orang melakukan sebuah pukulan yang secara
umumnya tidak menyebabkan kematian seperti sekali tamparan, atau dengan
menumbuk satu kali, akan tetapi mangsa mati, karena seperti ia memiliki sakit
jantung atau lainnya, maka perbuatan ini digolongkan sebagai pembunuhan yang
menyamai sengaja.
Adapun pembunuhan yang dilakukan
dengan memakai batu yang besar, tongkat besar atau yang menyamainya dan bukan
merupakan senjata, maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama Hanafi.
Menurut Imam Abu Hanifah, ia termasuk dalam pembunuhan yang menyamai sengaja (شبه العمد)
sedangkan menurut dua murid Mazhab Hanafi adalah termasuk dari pembunuhan
sengaja (العمد).
Sedangkan menurut mazhab Syafi’i;
pembunuhan yang menyerupai sengaja adalah setiap perbuatan yang disengaja akan
tetapi keliru dalam membunuh, yaitu setiap perbuatan yang tidak diniatkan untuk
membunuh, namun menyebabkan kematian. Sebagian ulama Syafi’I mendefinisikan
sebagai perbuatan dengan niat melukai dengan sesuatu yang biasanya tidak
mematikan, tetapi menyebabkan kematian.
Menurut Syaikh ‘Abd al-Qâdir
‘Audah, yang juga termasuk pembunuhan menyerupai sengaja adalah pembunuhan
dengan cara dipukul, dilukai, diracun, ditenggelamkan, dibakar, dibenturkan,
dicekik, dan setiap perbuatan yang termasuk pembunuhan disengaja jika pelaku
tidak berniat membunuh walaupun berniat menyerang.
3) Pembunuhan yang tidak sengaja/tersalah adalah sebuah
pembunuhan yang tidak ada niat membunuh atau memukul sama sekali. Seperti
tersalah di dalam niat atau dzann pelaku: melempar sesuatu yang ia
sangka hewan buruan, ternyata manusia. Atau sangka ia kafir harbî ternyata
muslim. Maksud di sini adalah kesalahan tersebut dikembalikan hati itu sendiri
yaitu niat.
Termasuk di dalam pembunuhan
tersalah adalah pembunuhan karena uzur syar’î yang diterima
seperti orang yang tidur dengan tidak sengaja bergerak dan menjatuhi orang yang
lain yang tidur di sebelahnya sehingga menyebabkan orang tadi mati.
4) Pencederaan sengaja adalah segala jenis penyerangan
terhadap jasad manusia seperti memotong anggota badan, melukai, memukul, akan
tetapi nyawa orang tersebut masih tetap dan perbuatan tersebut dilakukan dengan
sengaja.
5) Pencederaan tidak sengaja adalah si pelaku berniat
untuk melakukan pekerjaan tersebut tapi tidak dengan niat permusuhan, seperti
orang meletakkan batu di jendela, tanpa sengaja batu jatuh terkena kepala orang
sehingga pecah dan terlihat tulang kepala. Atau seperti orang yang terjatuh di
atas orang yang tidur dan menyebabkan tulang rusuk orang tadi patah.
Dalam
pencederaan (الجرح) tidak ada
“شبه العمد” adalah karena makna dari menyamai sengaja
adalah pukulan dengan sesuatu yang bukan senjata. Maka wujudnya konsep “شبه العمد”
adalah dianggap dari segi alat memukul itu. Konsep membunuh di sini itu kasus
hukumnya akan berbeda sesuai dengan alatnya. Sedangkan kerusakan pada selain
jiwa (الجرح) itu hukumnya tidak menjadi beda dengan
berbedanya alat (sama). Hanya saja dilihat dari segi hasil pencederaan tersebut
yaitu sengaja atau tidak sengaja. Maka menurut mazhab Hanafi, pencederaan yang
memiliki kriteria “شبه العمد” dimasukkan
ke dalam konsep pencederaan yang sengaja.
Menurut mazhab Syafi’I dan Hanbali
pula, pencederaan yang memiliki kriteria pembunuhan “شبه العمد”
adalah termasuk pencederaan yang tersalah/tidak sengaja (الخطأ).
Ini dikarenakan menurut mereka “tidak qishos kecuali ketika sengaja tidak
pada tersalah dan yang menyamai sengaja” (لا قصاص إلا
في الخطأ وشبه العمد).
C.
Sumber Hukum Qishos Diyat
Qishos
disyariatkan dalam al-Quran dan as-sunnah. Di antara dalil dari Al-Qur’an
adalah firman Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ . وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاْ أُولِيْ الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, qishos diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 178-179).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ . وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاْ أُولِيْ الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, qishos diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 178-179).
وَمَنْ قُتِل مَظْلُومًا فَقَدْ
جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلاَ يُسْرِفْ فِي الْقَتْل إِنَّهُ كَانَ
مَنْصُورًا
“Dan barangsiapa dibunuh
secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli
warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (QS. Al-Isra': 33).
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ
يُوقِنُونَ
“Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik
daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50).
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ
بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأْنْفَ بِالأْنْفِ وَالأْذُنَ بِالأْذُنِ
وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ
كَفَّارَةٌ لَهُ
“Dan Kami telah
tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa dengan jiwa, mata dengan
mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka
luka ada qishosnya. Barangsiapa yang melepaskan nya, maka melepaskan hak itu
penebus dosa baginya.” (QS. Al-Maidah: 45).
مَنْ قُتِل لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ :
إِمَّا أَنْ يُودَى وَإِمَّا أَنْ يُقَادَ
“Siapa yang punya
saudara yang dibunuh, maka dia boleh memilih, menerima diyat (tebusan) atau
membunuhnya (dengan qishos).” (HR. Bukhari dan Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ r مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ
فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يَقْتُلَ وَإِمَّا أَنْ يُفْدَى
“Dari Abu Hurairah
ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapa memiliki saudara yang
dibunuh, maka hendaklah memilih yang terbaik di antara dua pilihan: membunuh
(qisas) atau menerima diyat". (HR. Ibnu Majah)
أَنَّ الرُّبَيِّعَ بِنْتَ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ
كَسَرَتْ ثَنِيَّةَ جَارِيَةٍ ، فَعَرَضُوا عَلَيْهِمُ الأْرْشَ فَأَبَوْا ،
وَطَلَبُوا الْعَفْوَ فَأَبَوْا ، فَأَتَوُا النَّبِيَّ r فَأَمَرَ بِالْقِصَاصِ فَجَاءَ أَخُوهَا
أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ فَقَال : يَا رَسُول اللَّهِ أَتُكْسَرُ ثَنِيَّةُ
الرُّبَيِّعِ ، وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لاَ تُكْسَرُ ثَنِيَّتُهَا . فَقَال
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كِتَابُ اللَّهِ الْقِصَاصُ قَال
: فَعَفَا الْقَوْمُ . ثُمَّ قَال رَسُول اللَّهِ r : إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ
لأَبَرَّهُ
“Rubaiy' binti
An-Nadhr bin Anas telah mematahkan gigi seorang budak wanita. Maka mereka
menawarkan penggantian, namun ditolak. Mereka meminta maaf, juga ditolak. Dan
mereka menemui Nabi SAW, dan beliau SAW memerintahkan untuk dilaksanakan qishos.
Kemudian datanglah saudaranya, Anas bin An-Nadhr dan memohon,"Ya
Rasulallah, apakah Anda akan mematahkan gigi Rubaiy'?. Demi Allah yang telah
mengutus Anda dengan hak, jangan patahkan giginya". Rasulullah SAW
bersabda,"Ketetapan Allah adalah qishos". Maka kaum itu memaafkannya.
Rasulullah SAW bersabda,"Di antara hamba Allah ada orang yang bila
bersumpah atas nama Allah, maka Dia akan berbuat baik kepadanya". (HR.
Muslim).
D.
Sangsi Jarimah Qishos Diyat
Bagi
pembunuhan sengaja (القتل العمد) maka sangsinya
ada 3 yaitu asal, gantian dari asal, dan yang mengikuti. Secara global pembunuh
dengan sengaja wajib terkena 3 perkara: 1) dosa besar karena ada ayat Al-Quran
yang menyatakan ia akan tetap di neraka jahanam; 2) diqishos karena ada ayat
qishos; 3) terhalang menerima warisan karena ada hadis “orang yang membunuh
tidak mendapat waris apapun”.
Sangsi asal pertama adalah qishos. Qishos di sini adalah dihukum bunuh sama seperti apa yang dia
lakukan pada mangsa tersebut. Ketika mustahiq al-qishâsh memaafkan
dengan tanpa meminta diyat, maka menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan
Syafi’I dalam sebuah pendapat; maka tidak wajib bagi pembunuh tadi membayar diyat secara
paksa. Hanya saja baginya ia boleh memberinya sebagai gantian dari pemaafan
dari mustahiq al-qishâsh tadi. Secara hukum si mustahiq
al-qishâsh berhak untuk memaafkan secara gratis tanpa ada
tuntutan diyat.
Mustahiq
al-qishâsh juga berhak untuk memberi kemaafan dengan
tuntutan diyat, banyak dan sedikitnya sesuai dengan kesepakatan
pembunuh. Diyat di sini dianggap sebagai gantian dari qishos. Dalam hal ini, hakim tidak boleh menetapkan hukuman asal dengan gantiannya
secara bersamaan bagi sebuah pekerjaan. Dalam arti, ia tidak boleh diqishos
dan sekaligus membayar diyat.
Sedangkan
cara qishos pula terjadi khilâf; menurut mazhab Hanafi, qishos hanya
boleh dilaksanakan dengan menggunakan senjata seperti pedang. Maksudnya,
hukuman qishos dilaksanakan hanya dengan memakai senjata, tidak
dengan membalas seperti cara pembunuh tersebut membunuh atau lainnya. Hukum ini
juga ditetapkan menurut sebuah riwayat yang paling `ashah menurut
mazhab Hanbali.
Cara pancung
ini berlaku mutlak, baik orang tersebut (pembunuh/penjinayah/terpidana/الجاني)
dalam melakukan jinayah pembunuhan tersebut dengan senjata, ataupun tidak. Ia
juga berlaku walaupun pembunuhan tersebut adalah hasil dari pemenggalan leher,
terus-menerusnya luka, mencekik, melemaskan dalam air, membakar, atau
selainnya.
Menurut
mazhab Syafi’I dan Maliki pula, pembunuh haruslah dibunuh (qishos) dengan cara
seperti apa ia melakukan pembunuhan tersebut. Contohnya dengan memukul
menggunakan sesuatu alat yang tajam seperti besi atau pedang; atau dengan alat
berat seperti batu; atau dengan mencampakannya dari suatu tempat tinggi; atau
mencekik lehernya; atau melemparkannya; atau melemaskannya; menahan makanan,
merejam dalam air, membakar, atau dengan cara-cara lain. Konsep ini disebut
dengan mutslah atau mumâtsalah. Akan tetapi
seumpama mustahiq al-qishâsh memindahnya ke hukuman
pancung dengan pedang, maka diperbolehkan malah ia lebih utama.
Sangsi asal
kedua membayar kafârah. Ini
berdasarkan kiyas kepada ayat bunuh tersalah (القتل الخطأ): {وَمَنْ قَتَلَ
مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى
أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا – إلى أن قال – فَمَنْ لَمْ يَجِدْ
فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ
عَلِيمًا حَكِيمًا}. Oleh karena
itu, kafârahnya adalah memerdekakan hamba muslim kalau ditemukan,
seumpama tidak maka puasa 2 bulan terus menerus.
Akan tetapi,
pendapat ini adalah pendapat mazhab Syafi’i. Menurut mereka, kewajiban kafârah itu
ketika pembunuh dimaafkan, atau direlakan dengan membayar diyat. Maka
ketika ia diqishos, maka kafârahnya adalah qishos itu sendiri.
Sangsi
gantian dari asal yang pertama adalah membayar diyat mughalladzah. Menurut
Imam al-Syafi’I sebagai qaul jadîd diyat tersebut
adalah 100 unta bagi pembunuh lelaki yang merdeka. Jumlah 100 itu dibagi 3: 30
berupa unta hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40
unta khalifah. Ketika tidak dapat ditemukan
maka berpindah pada harga unta-unta tersebut. Sedangkan
menurut qaul qadîm jika tidak ada maka boleh membayar 100 dinar
atau 12000 dirham.
Seumpama
pembunuhnya perempuan merdeka maka ia adalah separuhnya diyat lelaki;
yaitu 50 unta. 15 berupa unta hiqqah,
15 unta jadza’ah, dan 20 unta khalifah.
Sangsi gantian dari asal yang
kedua adalah ta’zîr. Menurut mayoritas ulama, ta’zîr ini
tidak wajib. Ia hanya diserahkan kepada kebijakan imam dalam melakukan apa yang
dianggap munasabah dengan kemaslahatan. Maka Imam
dapat memenjara atau memukul atau al-ta`dîb yang sesamanya.
Sangsi yang mengikuti kejahatan
pembunuhan adalah terhalang untuk menerima waris dan wasiat. Dalam hal waris ulama sepakat, sedangkan untuk wasiat masih terjadi
perbedaan pendapat.
Bagi
pembunuhan yang menyamai sengaja (القتل شبه
العمد) maka sangsinya ada 3 yaitu asal, gantian
dari asal, dan yang mengikuti.
Sangsi asal
pertama bagi pembunuhan yang menyamai sengaja adalah membayar diyat mughalladzah.
Diyat ini sama dengan membunuh dengan sengaja. Hanya saja bedanya
berada pada penanggung jawab dan waktu membayarnya.
Sangsi asal
kedua bagi pembunuhan yang menyamai sengaja adalah membayar kafârah yaitu
memerdekakan hamba muslim kalau ditemukan, seumpama tidak maka puasa 2 bulan
terus menerus. Sangsi gantian bagi pembunuhan yang menyamai sengaja
adalah ta’zîr. Sangsi yang mengikuti pembunuhan yang menyamai
sengaja adalah terhalang untuk menerima waris dan wasiat seperti yang telah
lewat.
Bagi
pembunuhan yang tersalah (القتل الخطأ) maka sangsinya
ada 2 saja yaitu asal dan yang mengikuti. Sangsi asalnya adalah diyat dan ta’zîr. Diyat bagi
pembunuhan ini adalah diyat mukhaffafah. Kadarnya adalah 100 unta
dengan perincian: 20 berupa unta jadza’ah, 20 unta hiqqah,
20 unta bintu labûn, 20 `ibn labûn dan 20
unta bintu makhâdl. Sanksi yang
mengikuti adalah terhalang untuk menerima waris dan wasiat seperti yang telah
lewat.
Bagi
pencederaan sengaja (الجرح العمد) ini
terbagi menjadi 4 kategori; 1) pencederaan terhadap anggota dengan
terputusnya, 2) pencederaan terhadap anggota dengan hilang kemanfaatannya, 3)
pencederaan luka terhadap selain kepala dan disebut sebagai “الجرح”,
4) pencederaan luka terhadap kepala atau wajah yang disebut dengan “الشجاع”.
Sangsi bagi
kategori 1 adalah qishos atau membayar diyat dan ta’zîr.
Kategori 2 adalah membayar diyat atau ganti rugi (الأرش).
Kategori 3 dan 4 adalah diqishos atau ganti rugi, atau hukum keadilan (حكومة العدل).
Adapun diyat
pada selain jiwa sama ada hilangnya anggota, atau makna dari kegunaan anggota
dan luka itu terkadang sama dengan diyat hilangnya jiwa yaitu dalam
hal memotong lisan, hilangnya akal, dan pecahnya tulang punggung (igo wekas)
untuk berjalan atau jimak. Dan terkadang 1/2nya diyat jiwa
bagi pemotongan sebelah tangan dan sebelah kaki (kalau kedua tangan berarti
seluruh diyat jiwa). Kadangkala 1/3 bagi jinayah terhadap
perut bagian dalam. Kadangkala ¼ pada pelapuk mata, 1/10 pada setiap satu jari
dan 1/20 (نصف عُشر) bagi setiap mûdlihah kepala
dan wajah.
Bagi
pencederaan yang tersalah (الجرح الخطأ) ia
adalah diyat atau al-`Arsy. Maksud diyat di
sini adalah diyat sempurna seperti yang telah diterangkan. Sedangkan al-`Arsy adalah
lebih sedikit dibandingkan diyat. Pencederaan jenis ini tidak ada
ketentuan gantian lainnya. Sedangkan kadarnya telah dijelaskan diketerangan
pencederaan sengaja (الجرح العمد).
E.
Pembuktian
Setiap ketetapan hukum yang dijatuhkan kepada terpidana, ia haruslah
melalui proses peradilan. Ini merupakan konsep hukum umum dan konsep hukum
Islam. Sedangkan proses membuktikan sebuah perbuatan itu benar-benar terjadi
tentunya memerlukan aturan. Aturan ini disebut dengan hukum acara atau “أحكام
المرافعات”.
Dalam konsep hukum acara ini, fiqh Islam sudah mengatur
secara jelas konsep menetapkan suatu hukum. Sesuatu itu harus dikuatkan dengan
alat-alat bukti yang valid agar
memudahkan dan menyakinkan hakim dalam memberi putusan.
Alat-alat
bukti dalam menetapkan sebuah kejahatan yang mengakibatkan qishos atau diyat adalah
sebagai berikut:
1. Pengakuan (الإقرار):
syarat dalam pengakuan bagi kasus pidana yang akan berakibatkan qishos
atau diyat adalah harus jelas dan terperinci. Tidak sah
pengakuan yang umum dan masih terdapat syubhat.
2. Persaksian (الشهادة):
Dalam kasus pidana selain zina, syarat minimal adalah 2 orang saksi lelaki yang
adil.
3. Qarînah: Segala tanda-tanda yang zahir yang
bersamaan dengan sesuatu yang masih samar, maka tanda itu menunjukkan kepada
itu. Syarat dalam qarînah ada 2: (1) Ditemukannya perkara yang
zahir yang diketahui dan patut menjadi asas untuk dipercayai, (2) Ditemukan
persambungan (hubungan) yang menyambung antara perkara yang zahir dengan yang
samar tadi. Akan tetapi alat bukti ini tidak dapat dijadikan alat bukti untuk
kasus pidana hudud dan qishos kecuali qasâmah menurut
mayoritas ulama.
4. Menarik diri dari bersumpah (النكول عن
اليمين): Ketika terdakwa menarik diri (mengelak)
dari bersumpah yang diajukan kepada terdakwa melalui hakim. Akan tetapi, alat
ini hanya dipakai oleh mazhab Hanbali. Sedangkan mazhab Hanafi hanya terbatas
pada qishos anggota dengan keadaan sengaja dan diyat ketika
tersalah. Sedangkan qishos jiwa dan lainnya tidak boleh, akan tetapi terdakwa
dipenjara sampai ia bersumpah atau mengaku.
5. Al-Qasâmah: Sebuah sumpah yang diulang-ulang
bagi kasus pidana pembunuhan. Ia dilakukan 50 kali sumpah dari 50 lelaki.
Menurut mayoritas ulama; orang-orang yang bersumpah ialah ahli waris mangsa
untuk menetapkan tuduhan bunuh terhadap terdakwa. Setiap orang perlu menyebut
dalam sumpahnya: “Demi Allah yang tiada tuhan yang disembah melainkan-Nya,
sesungguhnya orang ini telah memukulnya lalu dia mati” atau “Dia telah
dibunuh oleh orang ini”. Jika sebagian pewaris tidak mau bersumpah, maka waris yang lain akan diminta bersumpah untuk bilangan sumpahan yang tertinggal dan mengambil diyat masing-masing. Jika mereka tidak mau sumpah, atau tidak terdapat qarînah yang
menandakan pembunuhan atau permusuhan nyata, sumpahan itu dipindahkan ke atas orang yang didakwa yang akan ditunaikannya oleh
penjamin (العاقلة) sebanyak 50 kali. Tetapi jika
orang yang didakwa tidak mempunyai penjamin, orang yang dituduh sendiri akan
dimintai bersumpah sebanyak 50 kali, kemudian dia akan bebas.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kata qishos
(qishâsh) yang dalam bahasa Arab “قصاص”
secara bahasa memiliki arti mengikuti jejaknya/kesannya (تتبع الأثر)
seperti “قصصت الأثر” berarti: aku mengikuti jejaknya (تتبعته).
Secara
istilah kata qishos memiliki arti: “الْقِصَاصُ
أَنْ يُفْعَلَ بِالْفَاعِلِ الْجَانِي مِثْلُ مَا فَعَلَ” berarti:
qishos adalah diperlakukan pada yang melakukan jinayah seperti apa ia lakukan.
Kata diyât (ديات)
yang merupakan jamak dari diyat secara bahasa memiliki arti: harta
yang wajib bagi jiwa. Sedangkan secara istilah pula adalah harta yang wajib
disebabkan jinayah terhadap orang yang merdeka dari segi jiwa atau pada apa
yang selainnya. Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak
dilakukan padanya hukum bunuh.
Secara umum,
pembunuhan ada tiga cara, yaitu:
1.
Betul-betul
disengaja.
2.
Ketaksengajaan
semata-mata.
3.
Seperti
sengaja.
Qishos disyariatkan dalam al-Quran dan as-sunnah.
Di antara dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ
فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى
بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ
وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ
فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ . وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ
حَيَاةٌ يَاْ أُولِيْ الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, qishos diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 178-179).
“Wahai orang-orang yang beriman, qishos diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 178-179).
مَنْ قُتِل لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ :
إِمَّا أَنْ يُودَى وَإِمَّا أَنْ يُقَادَ
“Siapa yang punya
saudara yang dibunuh, maka dia boleh memilih, menerima diyat (tebusan) atau
membunuhnya (dengan qishos).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bagi
pembunuhan sengaja (القتل العمد) maka
sangsinya ada 3 yaitu asal, gantian dari asal, dan yang mengikuti. Secara
global pembunuh dengan sengaja wajib terkena 3 perkara: 1) dosa besar karena
ada ayat Al-Quran yang menyatakan ia akan tetap di neraka jahanam; 2) diqishos
karena ada ayat qishos; 3) terhalang menerima warisan.
Sangsi asal pertama adalah qishos. Qishos di sini adalah dihukum bunuh sama seperti apa yang dia
lakukan pada mangsa tersebut. Sedangkan cara qishos pula terjadi khilâf;
menurut mazhab Hanafi, qishos hanya boleh dilaksanakan dengan
menggunakan senjata seperti pedang. Sangsi asal kedua membayar kafârah.
Sangsi
gantian dari asal yang pertama adalah membayar diyat mughalladzah. Sangsi
gantian dari asal yang kedua adalah ta’zîr. Setiap ketetapan hukum
yang dijatuhkan kepada terpidana, ia haruslah melalui proses peradilan.
Alat-alat
bukti dalam menetapkan sebuah kejahatan yang mengakibatkan qishos atau diyat adalah
sebagai berikut:
1.
Pengakuan (الإقرار)
2.
Persaksian (الشهادة)
3.
Qarînah
4.
Menarik diri
dari bersumpah (النكول عن اليمين)
5.
Al-Qasâmah
DAFTAR PUSTAKA
Muslich,
A.Wardi. 2006. Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah. Jakarta:
Sinar Grafika.
Rasjid, Sulaiman. 2014. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar
Baru Algensindo.
Zainuddin, Asy-Syekh. Fat-hul Mu’in. Surabaya: Al-Hidayah.
http://www.islamcendekia.com/2014/04/jarimah-qisas-dan-diyat.html.
Diakses pada tanggal 20 November 2016 pukul 22.35 WIB.