REFERENSI
1. AL-Hamdani,Djaswidi. 2013. Administrasi
Pendidikan. Bandung: Media Cendekia Publisher.
2. Purwanto, M. Ngalim. 2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tanggung
Jawab Kepala Sekolah
Diantara
pemimpin-pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis tingkatannya, kepala
sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting. Dikatakan sangat
penting karena lebih dekat dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan tiap-tiap sekolah. Dapat
dilaksanakan atau tidaknya suatu program pendidikan dan tercapai atau tidaknya
tujuan pendidikan itu, sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan
kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan.
A. Tanggung jawab kepala sekolah
Sebagai
seorang pejabat formal, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab terhadap
atasan, semua rekan kepala sekolah atau lingkungan terkait, dan kepada bawahan.
Wahjosumidjo menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Kepala
Sekolah” sebagai berikut: Kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga
pendidikan mempunyai tanggung jawab kepada tiga pihak yaitu, kepada atasan,
instansi terkait atau rekan, dan bawahan.
1. Kepada atasan
Seorang
kepala sekolah mempunyai atasan yaitu atasan langsung dan atasan yang lebih
tinggi. Karena kedudukannya yang terkait kepada atasan atau sebagai bawahan,
maka seorang kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a. Wajib lokal dan melaksanakan apa yang
digariskan oleh atasan.
b. Wajib berkonsultasi atau memberikan
laporan mengenai pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Wajib selalu memelihara hubungan yang
bersifat hirarki antara kepala sekolah dan atasan.
2. Kepada sesama rekan kepala sekolah atau
instansi terkait
Untuk
menjaga hubungan dan menjalin kerja sama yang baik untuk meningkatkan kualitas
pendidikan lembaga yang dipimpinnya, maka kepala sekolah mempunyai tugas dan
tanggung jawab antara lain:
a. Wajib memelihara hubungan kerja sama
yang baik dengan para kepala sekolah yang lain;
b. Wajib memelihara hubungan kerja sama
yang sebaik-baiknya dengan lingkungan baik dengan instansi terkait, maupun
tokoh-tokoh masyarakat, dan BP3 atau Komite Sekolah.
3. Kepada bawahan
Kepala
sekolah berkewajiban menciptakan hubungan yang sebaik-baiknya dengan para guru,
staf, dan siswa. Sebab esensi kepemimpinan adalah ikut sertanya orang-orang
yang mempunyai loyalitas untuk mempengaruhi guru dan staf, dengan membuat
program-program peningkatan kualitas para guru dan staf sehingga bisa menjadi
guru dan staf yang profesional.
Penyediaan
sarana dan prasarana yang memadai, hal yang juga harus dilakukan oleh kepala
sekolah untuk menunjang kreativitas anak didik.
Pada
umumnya kepala sekolah menggunakan gaya gabungan antara pembagian tugas dan
hubungan manusiawi. Pembagian tugas merupakan strategi kepala sekolah yang
lebih mengutamakan setiap tugas agar dapat dilaksanakan dengan baik oleh
masing-masing elemen yang terlibat dalam lembaga yang dipimpinnya. Sedangkan
gaya hubungan manusiawi lebih mengutamakan pemeliharaan manusiawi dengan
masing-masing tenaga pendidikan. Untuk itu kepala sekolah harus mengetahui
tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.
Adapun
tugas dari kepala sekolah seperti yang dikemukakan Wahjosumidjo, adalah sebagai
berikut:
a. Kepala sekolah bertanggung jawab dan
mempertanggung-jawabkan (responsible and
accountable). Keberhasilan dan kegagalan pihak bawahan, adalah suatu
pencerminan langsung keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin. Dengan
demikian kepala sekolah bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh
para guru, siswa, staf dan wali murid, semuanya tidak dapat dilepaskan dari
tanggung jawab kepala sekolah.
b. Dengan waktu dan sumber yang terbatas
seorang kepala sekolah harus mampu menghaadapi persoalan (managers balance competiting goals and set priorities). Dengan
segala keterbatasan, seorang kepala sekolah harus dapat mengatur pemberian
tugas secara tepat. Bahkan ada kalanya seorang kepala sekolah harus dapat
menentukan prioritas, bilamana terjadi konflik antara kepentingan bawahan
dengan kepentingan sekolah.
c. Kepala sekolah harus berfikir secara
analitik dan konsepsional (must think
analytically and conceptionally). Konsep ini berarti menuntut tiap kepala
sekolah harus dapat memecahkan persoalan melalui suatu analisis, kemudian
menyelesaikan persoalan dengan satu solusi yang feasible. Memandang suatu persoalan yang timbul sebagai bagian yang
tak terpisahkan dan satu kesatuan.
d. Kepala sekolah sebagai politisi
(politicians)
Sebagai seorang politisi, kepala sekolah
harus selalu berusaha untuk meningkatkan tujuan organisasi serta mengembangkan
program jauh ke depan. Untuk itu, sebagai seorang politisi kepala sekolah harus
mampu membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi atau
kesepakatan (compromise). Peran kecakapan politis seorang kepala sekolah dapat
berkembang secara efektif apabila:
a) Dapat dikembangkan prinsip jaringan
saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing.
b) Terbentuknya aliansi atau koalisi,
seperti organisasi profesi, OSIS, BP3, atau KOMITE.
e. Kepala sekolah berfungsi sebagai
pengambil keputusan yang sulit (make
difficult decision), tidak ada satu organisasipun yang berjalan mulus tanpa
problem. Demikian pula sekolah, sebagai suatu organisasi tidak luput dari
persoalan: Kesulitan dana, persoalan pegawai, perbedaan pendapat terhadap
kebijakan yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah, dan masih banyak lagi.
Apabila terjadi kesulitan-kesulitan
seperti tersebut di atas, kepala sekolah diharapkan berperan sebagai orang yang
menyelesaikan persoalan yang sulit tersebut.
B. Persyaratan Kepala Sekolah
Syarat-syarat menjadi
kepala sekolah menurut pemendiknas Nomor 13 tahun 2007, tentang Standar Kepala
Sekolah dan Madrasah. Bahwa syarat menjadi kepala sekolah harus memiliki
kualifikasi umum dan khusus. Kualifikasi umum meliputi pendidikan, harus
berijazah terakhir setingkat S1 atau D4, usia tidak lebih dari 56 tahun,
memiliki pengalaman sekurangnya lima (5) tahun dan memiliki pangkat/golongan
setara dengan III/C.
Sedangkan kualifikasi
khusus yang harus dimiliki yaitu, kepribadian, manajerial, kewirausahaan,
supervisi dan sosial.
Kualifikasi kepala
sekolah terdiri atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus:
1. Kualifikasi umum kepala sekolah/madrasah
a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana
(S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non pendidikan pada perguruan
tinggi yang terakreditasi.
b. Pada waktu diangkat sebagai kepala
sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun.
c. Memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya lima tahun menurut jenjang sekolah masing-masing kecuali di
taman kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 3 tahun di TK/RA.
d. Memiliki pangkat serendah-rendahnya
III/C bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi Non PNS disertakan dengan
kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
2. Kualifikasi khusus kepala
sekolah/madrasah
a. Kepala Taman Kanak-Kanak/Raudhatul
Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:
a) Berstatus sebagai guru TK/RA.
b) Memiliki sertifikat pendidik sebagai
guru TK/RA.
c) Memiliki sertifikat kepala TK/RA yang
diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
b. Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI) adalah sebagai berikut:
a) Berstatus sebagai guru SD/MI.
b) Memiliki sertifikat pendidik sebagai
guru SD/MI, dan
c) Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang
diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
c. Kepala Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
a) Berstatus sebagai guru SMP/MTs.
b) Memiliki sertifikat pendidik sebagai
guru SMP/MTs, dan
c) Memiliki sertifikat kepala SMP/MTs yang
diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
d. Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
a) Berstatus sebagai guru SMA/MA.
b) Memiliki sertifikat pendidik sebagai
guru SMA/MA, dan
c) Memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang
diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
e. Kepala Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:
a) Berstatus sebagai guru SMK/MAK.
b) Memiliki sertifikat pendidik sebagai
guru SMK/MAK, dan
c) Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang
diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
f.
Kepala
Sekolah Dasar Luar Biasa/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:
a) Berstatus sebagai guru pada satuan
pendidikan SDLB/SMPLB/SMALB.
b) Memiliki sertifikat pendidik sebagai
guru SDLB/SMPLB/SMALB, dan
c) Memiliki sertifikat kepala
SDLB/SMPLB/SMALB yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
g. Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri
adalah sebagai berikut:
a) Memiliki pengakuan sekurang-kurangnya 3
tahun sebagai kepala sekolah.
b) Memiliki sertifikat pendidik sebagai
guru pada salah satu satuan pendidikan.
c) Memiliki sertifikat kepala sekolah yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.
C. Kepribadian Kepala Sekolah
Ketika kita berbicara
mengenai kepribadian, bahwa yang kita bicarakan bukan hanya seseorang memiliki
pesona (charm), suatu sikap positif terhadap hidup, wajah yang tersenyum, atau seperti
seorang finalis dalam kontes Miss Amerika tahun ini, yang selalu menebar
senyum. Para psikolog memandang, kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang
menggambarkan pertumbuhan dan pengembangan dari sistem psikologis keseluruhan
dari seseorang.
Definisi yang paling
sering digunakan dari kepribadian yang dikemukakan oleh Gordon Allport hampir
60 tahun yang lalu, ialah kepribadian adalah organisasi dinamis pada
masing-masing sistem psikofisik, suatu yang menentukan penyesuaian unik
terhadap lingkungannya.
Menurut Purwanto
(105:2012), seorang kepala sekolah hendaknya memiliki kepribadian yang baik dan
sesuai dengan kepemimpinan yang akan dipegangnya. Seorang kepala sekolah
hendaknya memiiki sifat-sifat jujur, adil dan dapat dipercaya, suka menolong
dan membantu guru dalam menjalankan tugas dan mengatasi kesulitan-kesulitannya,
bersifat sabar dan memiliki kestabilan emosi, percaya kepada diri sendiri dan
dapat mempercayai guru-guru atau pegawai-pegawainya, bersifat luwes dan ramah,
mempunyai sifat tegas dan konsekuen yang tidak kaku, dan lain sebagainya.
Tingkah laku manusia
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
Sebagai pribadi, manusia perlu mengembangkan diri, agar dikemudian hari ia
dapat tampil sebagai manusia yang mantap dan harmonis. Dalam mengembangkan
diri, manusia harus menggunakan perasaan, budaya, kehendak pribadi, dan
mengembangkan hubungan yang serasi dengan lingkungan.
Dalam menjalankan tugas
manajerial kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi
ini menuntut kepala sekolah memiliki:
1. Integritas kepribadian yang kuat, yang
dalam hal ini ditandai dengan konsisten dalam berfikir, berkomiten, tegas,
disiplin dalam menjalankan tugas.
2. Memiliki keinginan yang kuat dalam
mengembangkan diri sebagai kepala sekolah, dalam hal ini meliputi memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik baru, mampu secara
mandiri mengembangkan diri sebagai upaya pemenuhan rasa ingin tahu.
3. Bersikap terbuka dalam melaksanakan
tugas, meliputi berkecenderungan selalu ingin menginformasikan secara
transparan dan proporsional kepada orang lain mengenai rencana, proses
pelaksanaan dan efektifitas proram.
4. Mampu mengendalikan diri dalam
menghadapi masalah dalam pekerjaan.
5. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai
pemimpin.
Muchith(2007), menjelaskan bahwa
kompetensi kepribadian sebagai perangkat kemampuan dan karakteristik personal
yang mencerminkan realitas sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari. Pengertian lebih sederhana disampaikan oleh Afandi (2008) yaitu
kemampuan untuk menjadi teladan. Keteladanan ini menurut Sarimaya (2008:18),
merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, sehingga menjadi dan berakhlak mulia.
Gumelar dan Dahyat,
mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian setidaknya harus memuat pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial
maupun agama, pengetahuan tentang budaya dan tradisi, pengetahuan tentang inti
demokrasi, pengetahuan tentang estetika, apresiasi dan kesadaran sosial, sikap
yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan serta setia terhadap harkat dan
martabat manusia.
Pengembangan pribadi
secara mandiri dapat dilakukan dengan upaya sebagai berikut:
1. Berupaya memahami secara mendasar dan komprehensif
bahwa pengembangan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi orang lain dan berakhlak mulia akan menjadi
salah satu pilar pendidikan berkualitas.
2. Mengembangkan aspek-aspek kepribadian
empatik dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
pertama, respek dan apresiatif terhadap diri sendiri, artinya harus memiliki
rasa harga diri yang kuat yang menyanggupkan berhubungan dengan orang lain atas
dasar hal-hal positif. Kedua, kemauan yang baik, yang meliputi minat yang
tulus, jujur terhadap kebahagiaan orang lain, rasa hormat, percaya dan
menghargai orang lain, serta menghindarkan memanfaatkan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan yang sifatnya pribadi. Ketiga, mengembangkan diri menjadi
priadi yang otonom melalui pengembangan hidup yang sesuai dengan kepribadiannya
sambil terbuka untuk belajar dari orang lain, dan menginternalisasikan berbagai
konsep dengan kondisi yang ada. Keempat, berusaha menjadi teladan, dengan cara
selalu mengontrol dan mengendalikan kesadarannya bahwa apa yang diberikan
kepada orang lain, apa yang diucpkan dan dilakukannya bukan hanya diterima
tetapi juga akan ditiru. Kelima, berorientasi untuk tumbuh dan berkembang,
dalam pengertian berusaha untuk terbuka guna memperluas cakrawala wawasannya,
dan berusaha untuk meningkatkan kualitas kepribadiannya.
DYP Sugiharto (2008:9), menyebutkan
bahwa untuk mengembangkan pribadi diantaranya dapat dilakukan dengan:
1. Mengembangkan kebiasaan hidup efektif,
dalam hal ini bersikap dan berperilaku proaktif, yang maknanya lebih dari
sekadar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggungjawab atas
perilaku kita sendiri (masa lalu, sekarang, dan yang akan datang) dan membuat
pilihan-pilihan berdasarkan prinsip serta nilai-nilai, ketimbang pada suasana
hati atau keadaan. Orang yang proaktif adalah pelaku perubahan dan memilih untuk
tidak menjadi korban, untuk tidak bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan
orang lain. Mereka melakukan ini dengan mengembangkan serta menggunakan
pendekatan dari dalam ke luar untuk menciptakan perubahan. Mereka bertekad
menjadi daya pendorong kreatif dalam hidup mereka sendiri.
2. Merujuk pada tujuan akhir, segalanya
diciptakan dua kali, pertama secara mental, kedua secara fisik. Individu,
keluarga, tim, dan organisasi, membentuk masa depannya masing-masing dengan
terlebih dulu menciptakan visi serta tujuannya. Mereka bukan menjalani
kehidupannya hari demi hari tanpa tujuan yang jelas dalam benak mereka. Secara
mental mereka identifikasikan prinsip-prinsip, nilai-nilai, hubungan-hubungan,
dan tujuan-tujuan yang paling penting bagi mereka sendiri dan membuat komiten
terhadap diri sendiri untuk melaksanakannya. Suatu pernyataan misi adalah bentuk
tertinggi dari komitmen terhadap diri sendiri untuk melaksanakannya. Pernyataan
misi adalah keputusan utama, karena melandasi keputusan-keputusan lainnya.
Menciptakan budaya kesamaan misi, visi
dan nilai-nilai adalah inti dari kepemimpinan.
3. Mendahulukan yang utama, yaitu
penciptaan kedua secara fisik. Mendahulukan yang utama artinya
mengorganisasikan dan melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara
mental. Hal-hal sekunder tidak didahulukan. Hal-hal utama tidak dibelakangkan,
individu dan organisasi memfokuskan perhatiannya pada aya yang paling penting,
entah mendesak entah tidak. Intinya adalah memastikan diutamakannya hal yang
utama.
4. Berfikir menang, yaitu cara berfikir
yang berusaha mencapai keuntungan bersama dan didasarkan pada sikap saling menghormati
dalam semua interaksi. Dalam kehidupan berkeluarga maupun bekerja, para
anggotanya berpikir secara saling bergantung dengan istilah “kita”, bukannya
“aku”. Berpikir menang, menang dalam mendorong penyelesaian konflik dan
membantu masing-masing individu untuk mencari solusi yang sama-sama
menguntungkan.
5. Mewujudkan sinergi, yaitu menghasilkan
alternatif ketiga, bukan caraku, bukan caramu, melainkan cara ketiga yang lebih
baik ketimbang cara kita masing-masing. Memanfaatkan perbedaan-perbedaan dalam menyelesaikan
masalah, memanfaatkan peluang. Tim serta kekeluargaan yang sinergis
memanfaatkan kekuatan masing-masing individu secara keseluruhan lebih besar,
mengesampingkan sikap saling merugikan.
Berupaya meningkatkan kualitas pribadi
merupakan hal yang amat penting, peningkatan kualitas pribadi ini dari tingkat reactive personality, proactive personality,
independent personality, menuju spiritual
personality. Reaktive personality merupakan tingkatan kepribadian, yang
tercermin dari perilaku-perilaku yang sifatnya reaktif, yaitu perilaku yang
lebih bersifat spontan tanpa pertimbangan-pertimbangan nilai moral. Misalnya,
tersinggung sedikit saja beraksi dengan memukul atau mengeluarkan kata-kata
kotor tanpa pertimbangan, apakah perbuatan itu sopan atau tidak, baik atau
jelek, menyakiti hati orang lain atau tidak. Perilaku pribadi dalam tingkat
kepribadian seperti ini, lebih banyak dikendalikan gejolak emosional yang
menuntut kepuasannya sendiri tanpa mempertimbangkan berbagai timbangan nilai.
Proactive
personality, merupakan tingkatan kepribadian yang
ditandai oleh kemampuan melakukan hubungan timbal balik dengan berbagai aspek
dalam dirinya sendiri, dengan kendali emosi yang mantap. Individu dengan
tingkat kepribadian ini mempunyai kualitas keberdayaan sedemikian rupa,
sehingga mampu mewujudkan perilaku aktif dan terarah, sesuai dengan tuntutan
dirinya sendiri dan lingkungan. Tingkatan kepribadian ini disebut juga sebagai
kepribadian yang dilandasi oleh “emosional intelegensi”, yaitu kualitas
kemampuan menampilkan kepribadian dengan kekuatan emosional yang mantap
sehingga mampu mewujudkan perilaku yang sesuai dengan timbangan moral.
Selanjutnya, yang disebut dengan
kepribadian independent personality adalah
kepribadian yang ditandai oleh kemampuan individu untuk melakukan hubungan
timbal balik secara sehat antara dirinya dengan orang lain, dan dengan
lingkungan yang lebih luas. Perilaku individu dalam tingkatan kepribadian ini
lebih banyak didasarkan atas timbangan moral, oleh karena itu, tingkatan
kepribadian ini juga disebut sebagai moral
intelegence atau kecerdasan moral.
Berdasarkan definisi-definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
integritas pribadi yang kuat, berkeinginan mengembangkan diri, terbuka, dan minat
dalam menjalankan jabatan sebagai kepala sekolah.
D. Kewirausahaan Kepala Sekolah
Istilah wirausaha
berasal dari kata entrepreneur (bahasa
Francis) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker atau go-between. Menurut Suparman Sumohamijaya, istilah wirausaha sama
dengan istilah wiraswasta. Wiraswasta berarti keberanian, keutamaan, dan
keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan
kekuatan yang ada pada diri sendiri.
Kewirausahaan merujuk
pada sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada individu yang mempunyai
kemauan keras untuk mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif dan inovatif
yang dimiliki ke dalam kegiatan yang bernilai. Jiwa dan sikap kewirausahaan
tidak hanya dimiliki oleh usahawan, melainkan pula setiap orang yang berfikir
kreatif dan bertindak inovatif. Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan
inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari dan
memanfaatkan pelung menuju sukses.
Menjadi wirausahawan
berarti memiliki kemauan dan kemampuan menemukan dan mengevaluasi peluang,
mengumpulkan sumber daya yang diperlukan dan bertindak untuk memperoleh
keuntungan dari peluang itu. Mereka berani megambil resiko yang telah
diperhitungkan dan menyukai tantangan dengan resiko moderat. Wirausahawan
percaya dan teguh, pada dirinya dan kemampuannya mengambil keputusan yang
tepat. Kemampuan mengambil keputusan inilah yang merupakan ciri khas dari
wirausahawan.
Karakteristik
kewirausahawan menyangkut tiga dimensi, yakni inovasi, pengambilan risiko, dan
proaktif. Sifat inovatif mengacu pada pengembangan produk, jasa atau proses
unik yang meliputi upaya sadar untuk menciptakan tujuan tertentu, memfokuskan
perubahan pada potensi sosial ekonomi organisasi berdasarkan pada kreativitas
dan intuisi individu. Pengambilan risiko mengacu pada kemauan aktif untuk
mengejar peluang. Sedangkan dimensi proaktif, mengacu pada implementasi teknik
pencarian peluang “pasar” yang terus-menerus dan bereksperimen untuk mengubah
lingkungannya.
Jiwa, sikap, dan
perilaku kewirausahawan memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yakni:
1. Penuh percaya diri, dengan indikator
penuh keyakinan, optimis, disiplin, berkomitmen, dan bertanggung jawab.
2. Memiliki inisiatif, dengan indikator
penuh energi, cekatan dalam bertindak, dan aktif.
3. Memiliki motif berprestasi dengan
indikator berorientasi pada hasil, dan berwawasan ke depan.
4. Memiliki jiwa kepemimpinan dengan
indikator berani tampil beda, dapat dipercaya, dan tangguh dalam bertindak, dan
5. Berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan.
Percaya diri dan
keyakinan itu, dijabarkan ke dalam karakter ketidakbergantungan,
individualitas, dan optimis. Ciri kebutuhan akan berprestasi meliputi karakter
berorientasi laba, ketekunan, dan ketabahan, tekad dan kerja keras, motivasi
yang besar, energik, dan inisiatif. Kemampuan mengambil risiko berarti suka
pada tantangan. Berlaku sebagai pemimpin berarti dapat bergaul dengan orang
lain (bawahan), menanggapi saran dan kritik, inovatif, fleksibel, punya banyak
sumber, serba bisa dan mengetahui banyak hal. Disamping itu, wirausahawan
mempunyai pandangan ke depan dan perspektif yang maju.
Menurut Hakim
(1998:34), ada empat unsur yang membentuk pola dasar kewirausahawan yang benar
dan luhur, yaitu:
1. Sikap mental,
2. Kepemimpinan,
3. Ketatalaksanaan, dan
4. Keterampilan.
Dengan demikian,
wirausahawan harus memiliki ciri atau sifat tertentu, sehingga dapat disebut
wirausahawan. Secara umum, seorang wirausahawan perlu memiliki ciri percaya
diri, berorientasi pada tugas, proses dan hasil. Berani mengambil risiko,
memiliki jiwa kepemimpinan, orisinalitas, dan berorientasi masa depan.
Seorang wirausaha
memiliki daya inovasi yang tinggi, dimana dalam proses inovasinya menunjukkan
cara-cara baru yang lebih baik dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kaitannya
dengan tugas kepala sekolah, kebanyakan diantaranya tidak menyadari keragaman
dan keluasan bidang yang menentukan tindakannya guna memajukan sekolah.
Mencapai kesempurnaan dalam melakukan rencana, merupakan sesuatu yang ideal
dalam mengejar tujuan, tetapi bukan merupakan sasaran yang realistik bagi
kebanyakan kepala sekolah yang berjiwa wirausaha. Bagi kepala sekolah yang
realistik, hasil dapat diterima lebih penting dari pada hasil yang sempurna.
Setiap orang termasuk kepala sekolah yang kreatif dan inovatif adalah individu
yang unik dan spesifik.
Kepala sekolah yang
memilikki jiwa wirausaha, pada umumnya mempunyai tujuan dan pengharapan
tertentu yang dijabarkan dalam visi, misi, tujuan, dan rencana strategis yang
realistik. Realistik, berarti tujuan disesuaikan dengan sumber daya pendukung
yang dimiliki. Semakin jelas tujuan yang ditetapkan, semakin besar peluang
untuk dapat meraihnya. Dengan demikian, kepala sekolah yang berjiwa wirausaha
harus memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam mengembangkan sekolah. Untuk
mengetahui apakah tujuan tersebut dapat dicapai, maka visi, misi, tujuan, dan
sasarannya harus dikembangkan ke dalam indikator yang lebih terinci dan terukur
untuk masing-masing aspek atau dimensi. Pada indikator tersebut juga dapat
dikembangkan menjadi program dan sub-program yang lebih memudahkan
implementasinya dalam pengembangan sekolah.
Untuk menjadi kepala
sekolah yang berjiwa wirausaha harus menerapkan beberapa hal berikut:
1. Berfikir kreatif-inovatif,
2. Mampu membaca arah perkembangan dunia pendidikan,
3. Dapat menunjukan nilai lebih dari
beberapa atau seluruh elemen sistem persekolahan yang dimiliki,
4. Perlu menumbuhkan kerja sama tim, sikap
kepemimpinan, kebersamaan dan hubungan yang solid dengan segenap warga sekolah,
5. Mampu membangun pendekatan personal yang
baik dengan lingkungan sekitar dan tidak cepat berpuas diri dengan apa yang
telah diraih,
6. Selalu meng-upgrade ilmu pengetahuan yang dimiliki dan teknologi yang digunakan
untuk meningkatkan kualitas ilmu amaliah dan amal ilmiahnya,
7. Bisa menjawab tantangan masa depan
dengan bercermin pada masa lalu dan masa kini agar mampu mengamalkan konsep
manajemen dan teknologi informasi.
Sementara itu, Murphy
dan Peck (1980:8), menggambarkan delapan anak tangga untuk mencapai puncak
karir. Delapan anak tangga ini dapat juga digunakan oleh seorang kepala sekolah
selaku wirausaha dalam mengembangkan profesinya. Kedelapan anak tangga yang
dimaksud adalah:
1. Mau bekerja keras,
2. Bekerja sama dengan orang lain,
3. Penampilan yang baik,
4. Pandai membuat keputusan,
5. Mau menambah ilmu pengetahuan,
6. Ambisi untuk maju,
7. Pandai berkomunikasi.