Jumat, 16 Desember 2016

Tanggung Jawab Kepala Sekolah



REFERENSI
1.      AL-Hamdani,Djaswidi. 2013.  Administrasi Pendidikan. Bandung: Media Cendekia Publisher.
2.      Purwanto, M. Ngalim. 2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Tanggung Jawab Kepala Sekolah
Diantara pemimpin-pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis tingkatannya, kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting. Dikatakan sangat penting karena lebih dekat dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan tiap-tiap sekolah. Dapat dilaksanakan atau tidaknya suatu program pendidikan dan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan itu, sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan.
A.     Tanggung jawab kepala sekolah
Sebagai seorang pejabat formal, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab terhadap atasan, semua rekan kepala sekolah atau lingkungan terkait, dan kepada bawahan. Wahjosumidjo menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Kepala Sekolah” sebagai berikut: Kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab kepada tiga pihak yaitu, kepada atasan, instansi terkait atau rekan, dan bawahan.
1.      Kepada atasan
Seorang kepala sekolah mempunyai atasan yaitu atasan langsung dan atasan yang lebih tinggi. Karena kedudukannya yang terkait kepada atasan atau sebagai bawahan, maka seorang kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a.       Wajib lokal dan melaksanakan apa yang digariskan oleh atasan.
b.      Wajib berkonsultasi atau memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
c.       Wajib selalu memelihara hubungan yang bersifat hirarki antara kepala sekolah dan atasan.
2.      Kepada sesama rekan kepala sekolah atau instansi terkait
Untuk menjaga hubungan dan menjalin kerja sama yang baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan lembaga yang dipimpinnya, maka kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain:
a.       Wajib memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan para kepala sekolah yang lain;
b.      Wajib memelihara hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya dengan lingkungan baik dengan instansi terkait, maupun tokoh-tokoh masyarakat, dan BP3 atau Komite Sekolah.
3.      Kepada bawahan
Kepala sekolah berkewajiban menciptakan hubungan yang sebaik-baiknya dengan para guru, staf, dan siswa. Sebab esensi kepemimpinan adalah ikut sertanya orang-orang yang mempunyai loyalitas untuk mempengaruhi guru dan staf, dengan membuat program-program peningkatan kualitas para guru dan staf sehingga bisa menjadi guru dan staf yang profesional.
Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, hal yang juga harus dilakukan oleh kepala sekolah untuk menunjang kreativitas anak didik.
Pada umumnya kepala sekolah menggunakan gaya gabungan antara pembagian tugas dan hubungan manusiawi. Pembagian tugas merupakan strategi kepala sekolah yang lebih mengutamakan setiap tugas agar dapat dilaksanakan dengan baik oleh masing-masing elemen yang terlibat dalam lembaga yang dipimpinnya. Sedangkan gaya hubungan manusiawi lebih mengutamakan pemeliharaan manusiawi dengan masing-masing tenaga pendidikan. Untuk itu kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.
Adapun tugas dari kepala sekolah seperti yang dikemukakan Wahjosumidjo, adalah sebagai berikut:
a.       Kepala sekolah bertanggung jawab dan mempertanggung-jawabkan (responsible and accountable). Keberhasilan dan kegagalan pihak bawahan, adalah suatu pencerminan langsung keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin. Dengan demikian kepala sekolah bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh para guru, siswa, staf dan wali murid, semuanya tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah.
b.      Dengan waktu dan sumber yang terbatas seorang kepala sekolah harus mampu menghaadapi persoalan (managers balance competiting goals and set priorities). Dengan segala keterbatasan, seorang kepala sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara tepat. Bahkan ada kalanya seorang kepala sekolah harus dapat menentukan prioritas, bilamana terjadi konflik antara kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah.
c.       Kepala sekolah harus berfikir secara analitik dan konsepsional (must think analytically and conceptionally). Konsep ini berarti menuntut tiap kepala sekolah harus dapat memecahkan persoalan melalui suatu analisis, kemudian menyelesaikan persoalan dengan satu solusi yang feasible. Memandang suatu persoalan yang timbul sebagai bagian yang tak terpisahkan dan satu kesatuan.
d.      Kepala sekolah sebagai politisi (politicians)
Sebagai seorang politisi, kepala sekolah harus selalu berusaha untuk meningkatkan tujuan organisasi serta mengembangkan program jauh ke depan. Untuk itu, sebagai seorang politisi kepala sekolah harus mampu membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi atau kesepakatan (compromise). Peran kecakapan politis seorang kepala sekolah dapat berkembang secara efektif apabila:
a)      Dapat dikembangkan prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing.
b)      Terbentuknya aliansi atau koalisi, seperti organisasi profesi, OSIS, BP3, atau KOMITE.
e.       Kepala sekolah berfungsi sebagai pengambil keputusan yang sulit (make difficult decision), tidak ada satu organisasipun yang berjalan mulus tanpa problem. Demikian pula sekolah, sebagai suatu organisasi tidak luput dari persoalan: Kesulitan dana, persoalan pegawai, perbedaan pendapat terhadap kebijakan yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah, dan masih banyak lagi.
Apabila terjadi kesulitan-kesulitan seperti tersebut di atas, kepala sekolah diharapkan berperan sebagai orang yang menyelesaikan persoalan yang sulit tersebut.


B.     Persyaratan Kepala Sekolah
Syarat-syarat menjadi kepala sekolah menurut pemendiknas Nomor 13 tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah dan Madrasah. Bahwa syarat menjadi kepala sekolah harus memiliki kualifikasi umum dan khusus. Kualifikasi umum meliputi pendidikan, harus berijazah terakhir setingkat S1 atau D4, usia tidak lebih dari 56 tahun, memiliki pengalaman sekurangnya lima (5) tahun dan memiliki pangkat/golongan setara dengan III/C.
Sedangkan kualifikasi khusus yang harus dimiliki yaitu, kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial.
Kualifikasi kepala sekolah terdiri atas kualifikasi umum dan kualifikasi khusus:
1.      Kualifikasi umum kepala sekolah/madrasah
a.       Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non pendidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi.
b.      Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun.
c.       Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya lima tahun menurut jenjang sekolah masing-masing kecuali di taman kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 tahun di TK/RA.
d.      Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/C bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi Non PNS disertakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
2.      Kualifikasi khusus kepala sekolah/madrasah
a.       Kepala Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:
a)      Berstatus sebagai guru TK/RA.
b)      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA.
c)      Memiliki sertifikat kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
b.      Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut:
a)      Berstatus sebagai guru SD/MI.
b)      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI, dan
c)      Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
c.       Kepala Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
a)      Berstatus sebagai guru SMP/MTs.
b)      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs, dan
c)      Memiliki sertifikat kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
d.      Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
a)      Berstatus sebagai guru SMA/MA.
b)      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA, dan
c)      Memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
e.       Kepala Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:
a)      Berstatus sebagai guru SMK/MAK.
b)      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK, dan
c)      Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
f.        Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:
a)      Berstatus sebagai guru pada satuan pendidikan SDLB/SMPLB/SMALB.
b)      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB, dan
c)      Memiliki sertifikat kepala SDLB/SMPLB/SMALB yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
g.       Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai berikut:
a)      Memiliki pengakuan sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah.
b)      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan.
c)      Memiliki sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.
C.     Kepribadian Kepala Sekolah
Ketika kita berbicara mengenai kepribadian, bahwa yang kita bicarakan bukan hanya seseorang memiliki pesona (charm), suatu sikap positif terhadap hidup, wajah yang tersenyum, atau seperti seorang finalis dalam kontes Miss Amerika tahun ini, yang selalu menebar senyum. Para psikolog memandang, kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang menggambarkan pertumbuhan dan pengembangan dari sistem psikologis keseluruhan dari seseorang.
Definisi yang paling sering digunakan dari kepribadian yang dikemukakan oleh Gordon Allport hampir 60 tahun yang lalu, ialah kepribadian adalah organisasi dinamis pada masing-masing sistem psikofisik, suatu yang menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya.
Menurut Purwanto (105:2012), seorang kepala sekolah hendaknya memiliki kepribadian yang baik dan sesuai dengan kepemimpinan yang akan dipegangnya. Seorang kepala sekolah hendaknya memiiki sifat-sifat jujur, adil dan dapat dipercaya, suka menolong dan membantu guru dalam menjalankan tugas dan mengatasi kesulitan-kesulitannya, bersifat sabar dan memiliki kestabilan emosi, percaya kepada diri sendiri dan dapat mempercayai guru-guru atau pegawai-pegawainya, bersifat luwes dan ramah, mempunyai sifat tegas dan konsekuen yang tidak kaku, dan lain sebagainya.
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Sebagai pribadi, manusia perlu mengembangkan diri, agar dikemudian hari ia dapat tampil sebagai manusia yang mantap dan harmonis. Dalam mengembangkan diri, manusia harus menggunakan perasaan, budaya, kehendak pribadi, dan mengembangkan hubungan yang serasi dengan lingkungan.
Dalam menjalankan tugas manajerial kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi ini menuntut kepala sekolah memiliki:
1.      Integritas kepribadian yang kuat, yang dalam hal ini ditandai dengan konsisten dalam berfikir, berkomiten, tegas, disiplin dalam menjalankan tugas.
2.      Memiliki keinginan yang kuat dalam mengembangkan diri sebagai kepala sekolah, dalam hal ini meliputi memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik baru, mampu secara mandiri mengembangkan diri sebagai upaya pemenuhan rasa ingin tahu.
3.      Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas, meliputi berkecenderungan selalu ingin menginformasikan secara transparan dan proporsional kepada orang lain mengenai rencana, proses pelaksanaan dan efektifitas proram.
4.      Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan.
5.      Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin.
Muchith(2007), menjelaskan bahwa kompetensi kepribadian sebagai perangkat kemampuan dan karakteristik personal yang mencerminkan realitas sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Pengertian lebih sederhana disampaikan oleh Afandi (2008) yaitu kemampuan untuk menjadi teladan. Keteladanan ini menurut Sarimaya (2008:18), merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, sehingga menjadi dan berakhlak mulia.
Gumelar dan Dahyat, mengemukakan bahwa kompetensi kepribadian setidaknya harus memuat  pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, pengetahuan tentang budaya dan tradisi, pengetahuan tentang inti demokrasi, pengetahuan tentang estetika, apresiasi dan kesadaran sosial, sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan serta setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Pengembangan pribadi secara mandiri dapat dilakukan dengan upaya sebagai berikut:
1.      Berupaya memahami secara mendasar dan komprehensif bahwa pengembangan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi orang lain dan berakhlak mulia akan menjadi salah satu pilar pendidikan berkualitas.
2.      Mengembangkan aspek-aspek kepribadian empatik dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: pertama, respek dan apresiatif terhadap diri sendiri, artinya harus memiliki rasa harga diri yang kuat yang menyanggupkan berhubungan dengan orang lain atas dasar hal-hal positif. Kedua, kemauan yang baik, yang meliputi minat yang tulus, jujur terhadap kebahagiaan orang lain, rasa hormat, percaya dan menghargai orang lain, serta menghindarkan memanfaatkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya pribadi. Ketiga, mengembangkan diri menjadi priadi yang otonom melalui pengembangan hidup yang sesuai dengan kepribadiannya sambil terbuka untuk belajar dari orang lain, dan menginternalisasikan berbagai konsep dengan kondisi yang ada. Keempat, berusaha menjadi teladan, dengan cara selalu mengontrol dan mengendalikan kesadarannya bahwa apa yang diberikan kepada orang lain, apa yang diucpkan dan dilakukannya bukan hanya diterima tetapi juga akan ditiru. Kelima, berorientasi untuk tumbuh dan berkembang, dalam pengertian berusaha untuk terbuka guna memperluas cakrawala wawasannya, dan berusaha untuk meningkatkan kualitas kepribadiannya.
DYP Sugiharto (2008:9), menyebutkan bahwa untuk mengembangkan pribadi diantaranya dapat dilakukan dengan:
1.      Mengembangkan kebiasaan hidup efektif, dalam hal ini bersikap dan berperilaku proaktif, yang maknanya lebih dari sekadar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggungjawab atas perilaku kita sendiri (masa lalu, sekarang, dan yang akan datang) dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip serta nilai-nilai, ketimbang pada suasana hati atau keadaan. Orang yang proaktif adalah pelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan orang lain. Mereka melakukan ini dengan mengembangkan serta menggunakan pendekatan dari dalam ke luar untuk menciptakan perubahan. Mereka bertekad menjadi daya pendorong kreatif dalam hidup mereka sendiri.
2.      Merujuk pada tujuan akhir, segalanya diciptakan dua kali, pertama secara mental, kedua secara fisik. Individu, keluarga, tim, dan organisasi, membentuk masa depannya masing-masing dengan terlebih dulu menciptakan visi serta tujuannya. Mereka bukan menjalani kehidupannya hari demi hari tanpa tujuan yang jelas dalam benak mereka. Secara mental mereka identifikasikan prinsip-prinsip, nilai-nilai, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan yang paling penting bagi mereka sendiri dan membuat komiten terhadap diri sendiri untuk melaksanakannya. Suatu pernyataan misi adalah bentuk tertinggi dari komitmen terhadap diri sendiri untuk melaksanakannya. Pernyataan misi adalah keputusan utama, karena melandasi keputusan-keputusan lainnya.
Menciptakan budaya kesamaan misi, visi dan nilai-nilai adalah inti dari kepemimpinan.
3.      Mendahulukan yang utama, yaitu penciptaan kedua secara fisik. Mendahulukan yang utama artinya mengorganisasikan dan melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara mental. Hal-hal sekunder tidak didahulukan. Hal-hal utama tidak dibelakangkan, individu dan organisasi memfokuskan perhatiannya pada aya yang paling penting, entah mendesak entah tidak. Intinya adalah memastikan diutamakannya hal yang utama.
4.      Berfikir menang, yaitu cara berfikir yang berusaha mencapai keuntungan bersama dan didasarkan pada sikap saling menghormati dalam semua interaksi. Dalam kehidupan berkeluarga maupun bekerja, para anggotanya berpikir secara saling bergantung dengan istilah “kita”, bukannya “aku”. Berpikir menang, menang dalam mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu untuk mencari solusi yang sama-sama menguntungkan.
5.      Mewujudkan sinergi, yaitu menghasilkan alternatif ketiga, bukan caraku, bukan caramu, melainkan cara ketiga yang lebih baik ketimbang cara kita masing-masing. Memanfaatkan perbedaan-perbedaan dalam menyelesaikan masalah, memanfaatkan peluang. Tim serta kekeluargaan yang sinergis memanfaatkan kekuatan masing-masing individu secara keseluruhan lebih besar, mengesampingkan sikap saling merugikan.
Berupaya meningkatkan kualitas pribadi merupakan hal yang amat penting, peningkatan kualitas pribadi ini dari tingkat reactive personality, proactive personality, independent personality, menuju spiritual personality. Reaktive personality merupakan tingkatan kepribadian, yang tercermin dari perilaku-perilaku yang sifatnya reaktif, yaitu perilaku yang lebih bersifat spontan tanpa pertimbangan-pertimbangan nilai moral. Misalnya, tersinggung sedikit saja beraksi dengan memukul atau mengeluarkan kata-kata kotor tanpa pertimbangan, apakah perbuatan itu sopan atau tidak, baik atau jelek, menyakiti hati orang lain atau tidak. Perilaku pribadi dalam tingkat kepribadian seperti ini, lebih banyak dikendalikan gejolak emosional yang menuntut kepuasannya sendiri tanpa mempertimbangkan berbagai timbangan nilai.
Proactive personality, merupakan tingkatan kepribadian yang ditandai oleh kemampuan melakukan hubungan timbal balik dengan berbagai aspek dalam dirinya sendiri, dengan kendali emosi yang mantap. Individu dengan tingkat kepribadian ini mempunyai kualitas keberdayaan sedemikian rupa, sehingga mampu mewujudkan perilaku aktif dan terarah, sesuai dengan tuntutan dirinya sendiri dan lingkungan. Tingkatan kepribadian ini disebut juga sebagai kepribadian yang dilandasi oleh “emosional intelegensi”, yaitu kualitas kemampuan menampilkan kepribadian dengan kekuatan emosional yang mantap sehingga mampu mewujudkan perilaku yang sesuai dengan timbangan moral.
Selanjutnya, yang disebut dengan kepribadian independent personality adalah kepribadian yang ditandai oleh kemampuan individu untuk melakukan hubungan timbal balik secara sehat antara dirinya dengan orang lain, dan dengan lingkungan yang lebih luas. Perilaku individu dalam tingkatan kepribadian ini lebih banyak didasarkan atas timbangan moral, oleh karena itu, tingkatan kepribadian ini juga disebut sebagai moral intelegence atau kecerdasan moral.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah integritas pribadi yang kuat, berkeinginan mengembangkan diri, terbuka, dan minat dalam menjalankan jabatan sebagai kepala sekolah.
D.     Kewirausahaan Kepala Sekolah
Istilah wirausaha berasal dari kata entrepreneur (bahasa Francis) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between taker atau go-between. Menurut Suparman Sumohamijaya, istilah wirausaha sama dengan istilah wiraswasta. Wiraswasta berarti keberanian, keutamaan, dan keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri.
Kewirausahaan merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada individu yang mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif dan inovatif yang dimiliki ke dalam kegiatan yang bernilai. Jiwa dan sikap kewirausahaan tidak hanya dimiliki oleh usahawan, melainkan pula setiap orang yang berfikir kreatif dan bertindak inovatif. Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari dan memanfaatkan pelung menuju sukses.
Menjadi wirausahawan berarti memiliki kemauan dan kemampuan menemukan dan mengevaluasi peluang, mengumpulkan sumber daya yang diperlukan dan bertindak untuk memperoleh keuntungan dari peluang itu. Mereka berani megambil resiko yang telah diperhitungkan dan menyukai tantangan dengan resiko moderat. Wirausahawan percaya dan teguh, pada dirinya dan kemampuannya mengambil keputusan yang tepat. Kemampuan mengambil keputusan inilah yang merupakan ciri khas dari wirausahawan.
Karakteristik kewirausahawan menyangkut tiga dimensi, yakni inovasi, pengambilan risiko, dan proaktif. Sifat inovatif mengacu pada pengembangan produk, jasa atau proses unik yang meliputi upaya sadar untuk menciptakan tujuan tertentu, memfokuskan perubahan pada potensi sosial ekonomi organisasi berdasarkan pada kreativitas dan intuisi individu. Pengambilan risiko mengacu pada kemauan aktif untuk mengejar peluang. Sedangkan dimensi proaktif, mengacu pada implementasi teknik pencarian peluang “pasar” yang terus-menerus dan bereksperimen untuk mengubah lingkungannya.
Jiwa, sikap, dan perilaku kewirausahawan memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yakni:
1.      Penuh percaya diri, dengan indikator penuh keyakinan, optimis, disiplin, berkomitmen, dan bertanggung jawab.
2.      Memiliki inisiatif, dengan indikator penuh energi, cekatan dalam bertindak, dan aktif.
3.      Memiliki motif berprestasi dengan indikator berorientasi pada hasil, dan berwawasan ke depan.
4.      Memiliki jiwa kepemimpinan dengan indikator berani tampil beda, dapat dipercaya, dan tangguh dalam bertindak, dan
5.      Berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan.
Percaya diri dan keyakinan itu, dijabarkan ke dalam karakter ketidakbergantungan, individualitas, dan optimis. Ciri kebutuhan akan berprestasi meliputi karakter berorientasi laba, ketekunan, dan ketabahan, tekad dan kerja keras, motivasi yang besar, energik, dan inisiatif. Kemampuan mengambil risiko berarti suka pada tantangan. Berlaku sebagai pemimpin berarti dapat bergaul dengan orang lain (bawahan), menanggapi saran dan kritik, inovatif, fleksibel, punya banyak sumber, serba bisa dan mengetahui banyak hal. Disamping itu, wirausahawan mempunyai pandangan ke depan dan perspektif yang maju.
Menurut Hakim (1998:34), ada empat unsur yang membentuk pola dasar kewirausahawan yang benar dan luhur, yaitu:
1.      Sikap mental,
2.      Kepemimpinan,
3.      Ketatalaksanaan, dan
4.      Keterampilan.
Dengan demikian, wirausahawan harus memiliki ciri atau sifat tertentu, sehingga dapat disebut wirausahawan. Secara umum, seorang wirausahawan perlu memiliki ciri percaya diri, berorientasi pada tugas, proses dan hasil. Berani mengambil risiko, memiliki jiwa kepemimpinan, orisinalitas, dan berorientasi masa depan.
Seorang wirausaha memiliki daya inovasi yang tinggi, dimana dalam proses inovasinya menunjukkan cara-cara baru yang lebih baik dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kaitannya dengan tugas kepala sekolah, kebanyakan diantaranya tidak menyadari keragaman dan keluasan bidang yang menentukan tindakannya guna memajukan sekolah. Mencapai kesempurnaan dalam melakukan rencana, merupakan sesuatu yang ideal dalam mengejar tujuan, tetapi bukan merupakan sasaran yang realistik bagi kebanyakan kepala sekolah yang berjiwa wirausaha. Bagi kepala sekolah yang realistik, hasil dapat diterima lebih penting dari pada hasil yang sempurna. Setiap orang termasuk kepala sekolah yang kreatif dan inovatif adalah individu yang unik dan spesifik.
Kepala sekolah yang memilikki jiwa wirausaha, pada umumnya mempunyai tujuan dan pengharapan tertentu yang dijabarkan dalam visi, misi, tujuan, dan rencana strategis yang realistik. Realistik, berarti tujuan disesuaikan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki. Semakin jelas tujuan yang ditetapkan, semakin besar peluang untuk dapat meraihnya. Dengan demikian, kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam mengembangkan sekolah. Untuk mengetahui apakah tujuan tersebut dapat dicapai, maka visi, misi, tujuan, dan sasarannya harus dikembangkan ke dalam indikator yang lebih terinci dan terukur untuk masing-masing aspek atau dimensi. Pada indikator tersebut juga dapat dikembangkan menjadi program dan sub-program yang lebih memudahkan implementasinya dalam pengembangan sekolah.
Untuk menjadi kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus menerapkan beberapa hal berikut:
1.      Berfikir kreatif-inovatif,
2.      Mampu membaca arah perkembangan dunia pendidikan,
3.      Dapat menunjukan nilai lebih dari beberapa atau seluruh elemen sistem persekolahan yang dimiliki,
4.      Perlu menumbuhkan kerja sama tim, sikap kepemimpinan, kebersamaan dan hubungan yang solid dengan segenap warga sekolah,
5.      Mampu membangun pendekatan personal yang baik dengan lingkungan sekitar dan tidak cepat berpuas diri dengan apa yang telah diraih,
6.      Selalu meng-upgrade ilmu pengetahuan yang dimiliki dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas ilmu amaliah dan amal ilmiahnya,
7.      Bisa menjawab tantangan masa depan dengan bercermin pada masa lalu dan masa kini agar mampu mengamalkan konsep manajemen dan teknologi informasi.
Sementara itu, Murphy dan Peck (1980:8), menggambarkan delapan anak tangga untuk mencapai puncak karir. Delapan anak tangga ini dapat juga digunakan oleh seorang kepala sekolah selaku wirausaha dalam mengembangkan profesinya. Kedelapan anak tangga yang dimaksud adalah:
1.      Mau bekerja keras,
2.      Bekerja sama dengan orang lain,
3.      Penampilan yang baik,
4.      Pandai membuat keputusan,
5.      Mau menambah ilmu pengetahuan,
6.      Ambisi untuk maju,
7.      Pandai berkomunikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar